Puisi Nurul Farida Berjudul Masih tersisa kursi 5 Bait 20 Baris
N
Masih tersisa kursi
© Nurul Farida
Merah rapuh namun masih nampak kokoh
Kursi dibalik pintu.
Kemarin, mungkin.
Kursi itu tegak gagah dengan tuan ber jam megah
Kemarin juga disitu,
Disana ada karpet dan disini bucket
Ah, kini kemana
Kau yang membawa mereka?
Kau beranjak dari kursi merah dengan begitu gagah tanpa mengalah.
Jika memang hendak pergi, bawalah semua!
Agar kenangmu tak bersisa,
Dan seolah menjadi mimpi tak berwarna
Ah, mungkin kau lupa, atau kau sengaja?
Agar lukaku akan terus terbuka
Oleh kursi tua?
Ah, Kursi itu telah menua
Dengan malang akupun ikut terbawa
Kau tau apa artinya?
Akhirnya, matipun kita bersama
Oleh kursi merah yang tersisa
Puisi ‘Masih tersisa kursi’ menyajikan refleksi yang mendalam tentang kehilangan dan kenangan. Penggambaran kursi merah yang rapuh namun kokoh menjadi simbol yang kuat, menciptakan kontras emosional yang sangat terasa. Penggunaan kata-kata seperti ‘gagah’ dan ‘malang’ menambah nuansa dramatis yang memperkuat emosi pembaca. Selain itu, penulis berhasil menghadirkan imaji yang jelas, mengajak pembaca untuk merasakan suasana nostalgia dan kerinduan. Meskipun ide tentang kehilangan bukanlah hal yang baru, cara penulis menyampaikannya dengan simbol kursi memberikan sentuhan keaslian yang layak diapresiasi. Namun, ada beberapa bagian yang mungkin bisa dikembangkan lebih jauh untuk menggali lebih dalam makna yang tersembunyi. Elemen kejutan di akhir puisi cukup mengejutkan, dengan pernyataan bahwa ‘matipun kita bersama’, yang meninggalkan kesan mendalam. Secara keseluruhan, puisi ini berhasil menggugah perasaan dan memberikan ruang bagi pembaca untuk merenung tentang arti dari kenangan dan kehilangan.