Puisi Adila Firdausi Berjudul Rindu yang Menyerah 4 Bait 14 Baris
A
Rindu yang Menyerah
© Adila Firdausi
Selaksa gemintang yang beratap cakrawala
Ambu-ambu romansa kerinduan terpapar mala
Sisa tawamu masih terdengar
Di tengah jiwa yang menggigil sebab kerinduan
Jalan pulangku menghitam
Basah oleh senyum yang membayang
Hitam pekat, penuh luka yang memikat
Aku hanya bisa menuliskan beberapa aksara
Tentang luka, dan segala rindu yang menyiksa
Hanya mampu berkisah tanpa menyapa
Tentang tawa yang pudar dalam penantian sia-sia
Di malam yang temaram
Ku umumkan sebuah perpisahan
Sebab bukan rinduku lagi yang kamu prioritaskan
Puisi “Rindu yang Menyerah” berhasil menyampaikan nuansa kerinduan yang mendalam melalui pilihan kata yang puitis dan gambaran visual yang kuat. Penggunaan metafora ‘selaksa gemintang’ dan ‘basah oleh senyum’ menciptakan imaji yang sangat emosional, menggambarkan pergulatan batin yang dialami si penyair. Meski demikian, ada beberapa bagian yang terasa repetitif, sehingga dapat mengurangi intensitas pesan yang ingin disampaikan. Secara keseluruhan, keindahan bahasa dalam puisi ini sangat terasa, meskipun mungkin ada ruang untuk eksplorasi lebih jauh dalam keaslian ide. Dalam hal kedalaman makna, puisi ini menggambarkan perpisahan yang pahit dengan cukup jelas, namun bisa jadi lebih mendalam jika disertai dengan konteks yang lebih luas. Elemen kejutan dalam akhir puisi, di mana kerinduan yang seharusnya indah berubah menjadi penantian yang sia-sia, memberikan dampak yang mendalam. Namun, penulis mungkin dapat menambahkan lebih banyak nuansa untuk meninggalkan kesan yang lebih kuat. Secara keseluruhan, puisi ini adalah karya yang menyentuh hati, meskipun masih ada potensi untuk pengembangan lebih lanjut.