Puisi Wahyu Eka Nurisdiyanto Berjudul Lima Senja di Tanah Nirwana 3 Bait 14 Baris
Lima Senja di Tanah Nirwana
Senja pertama karam di Bumi Cendrawasih
Perlahan beranjak tinggalkan Raja Ampat nan terkasih
Senja kedua terbenam di Pulau Rempah juga Celebes
Menguntai indah bak madu melebur hiasi Bunaken
Senja ketiga kembali temaram di Tanah Borneo
Bertahta di cakrawala khatulistiwa, diiringi mega merah angkasa
Hingga tampak kilau emas di sepanjang Kapuas dan Barito
Senja keempat tenggelam di Pulau Dewata dan Tanah Para Raja
Didamba juga dinanti ribuan pelancong Sanur dan Kuta
Mahadaya senja menggugah semarak di Borobudur dan Prambanan
Senja terakhir meredupkan cahyanya di Pulau Perca
Menggoreskan kenangan di Sungai Musi dan Jembatan Ampera
Membawa mujarab doa dari Serambi Makkah nan bersahaja
Trenggalek, April 2017
Puisi “Lima Senja di Tanah Nirwana” berhasil menggambarkan keindahan alam Indonesia yang kaya akan keanekaragaman dan budaya. Setiap bait membawa pembaca berkelana melintasi berbagai pulau dan pemandangan yang memukau, menciptakan suasana yang tenang dan reflektif. Kekuatan emosional puisi ini terletak pada kemampuannya untuk menghadirkan rasa kerinduan dan kebanggaan terhadap tanah air. Penggunaan bahasa yang puitis dan deskriptif sangat memikat, dengan pilihan kata yang mampu melukiskan keindahan setiap senja secara vivid. Namun, meskipun ide tentang senja di berbagai tempat memiliki keaslian, ada kecenderungan repetitif yang mungkin membuat pembaca merasa kurang terkejut. Secara keseluruhan, puisi ini menunjukkan kedalaman makna yang menyiratkan perjalanan waktu dan keindahan yang transien, mengajak kita untuk merenungkan momen-momen berharga dalam hidup. Secara keseluruhan, karya ini adalah penghormatan yang indah kepada alam dan budaya Indonesia.