Puisi Singa jantan Berjudul LAUTAN DAN ANGIN 6 Bait 12 Baris
S
LAUTAN DAN ANGIN
© Singa jantan
Wahai,,,lautan dan angin
Janganlah kalian mengamuk di pagi buta.
Wajah kalian muram dan masam.
Apa gerangan?
Aku tiada paham, apa kalian marah dengan tingkah para nelayan.
Wahai lautan dan angin.
Janganlah engkau merajuk dengan kami.
Aku dan para nelayan kebingungan, apa yang harus kami kerjakan, daratan kini corona menutup lapangan kerja.
Dapur kami engan berasap, mulut kami jua tiada berasap.
Beras kami kini bisa di hutung butir.
Wahai lautan dan angin.
Tenanglah kalian, agar kami tiada risau.
Puisi “LAUTAN DAN ANGIN” menyajikan gambaran yang kuat tentang ketidakpastian dan ketidakberdayaan yang dialami oleh para nelayan di tengah badai kehidupan. Penggunaan personifikasi pada lautan dan angin menciptakan kedekatan emosional yang mendalam, seolah-olah penulis berbicara langsung dengan elemen alam, menyoroti hubungan manusia dengan lingkungan. Pengulangan frasa “Wahai” menambah intensitas ekspresi, menunjukkan harapan sekaligus ketakutan. Namun, dari segi keindahan bahasa, meskipun ada keindahan dalam kesederhanaan, ada beberapa frasa yang bisa diperhalus untuk memperkuat irama puisi. Ide yang diusung sangat relevan dengan konteks saat ini, terutama dalam menghadapi tantangan pandemi yang mengganggu kehidupan sehari-hari. Namun, kedalaman makna bisa lebih eksploratif; ada ruang untuk menggali lebih dalam tentang dampak psikologis yang dialami. Elemen kejutan dalam puisi ini masih terasa minim, sehingga mungkin perlu sentuhan yang lebih unik untuk meninggalkan kesan mendalam. Secara keseluruhan, puisi ini berhasil menyampaikan pesan, meski dengan beberapa catatan untuk pengembangan lebih lanjut.