Puisi Legiman Partowiryo Berjudul Tanpa Judul 4 Bait 4 Baris
S
Tanpa Judul
© Sirazhy
Di halaman rumah yang mirip katedral itu aku membaca buku puisi, tapi yang kutemukan adalah kota-kota yang berarak di kepalaku dan saling bertolak belakang dengan awan yang ku anggap untuk lebih berhak begitu.
Sesekali muncul sepasang burung yang mungkin saja tersesat.
Untuk mengembalikan konsentrasiku, aku kembali ke halaman pertama buku itu. Yang terjadi justru lebih dari sekadar bencana; wajah-wajah yang mengasingkanku atas nama cinta dan aku tidak lagi mampu kembali ke halaman pertama pada buku yang masih jinak di atas telapak tanganku.
Barangkali itulah salah satu alasan mengapa puisi di ciptakan. Sebagai rumah untuk hati yang luka dan tersia-sia.
Puisi ini berhasil menggambarkan perasaan yang kompleks melalui gambaran visual yang kuat. Penggunaan metafora seperti ‘halaman rumah yang mirip katedral’ dan ‘kotak-kota yang berarak di kepalaku’ menciptakan suasana yang mendalam dan menggugah. Keberadaan burung yang tersesat menambah lapisan ketidakpastian dan kerinduan dalam narasi. Selain itu, refleksi tentang puisi sebagai ‘rumah untuk hati yang luka’ menunjukkan pemahaman yang mendalam akan fungsi seni dalam menyembuhkan luka batin. Namun, meski puisi ini kaya akan emosi, ada kalanya penggunaan bahasa terasa sedikit berlebihan, sehingga mengurangi kejelasan pesan. Meskipun demikian, keaslian ide dan kedalaman makna yang ditawarkan tetap patut diapresiasi. Secara keseluruhan, ini adalah karya yang menggugah dan mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan antara puisi dan pengalaman emosional manusia.