Puisi Dimas Arinto Prabowo Berjudul Nestapa Asmara 1 Bait 22 Baris
D
Nestapa Asmara
© Dimas Arinto Prabowo
Pagi, mengejar siang
Petang, menanti sore tenggelam
Senja membalut rindu
Tak ada kabar untukku
Sembilu berbisik ragu
Ragu akan kepalsuanmu
Ku bujuk...
Ku rayu...
Lagi, dan lagi...
Semua tinggal ilusi
Denganmu, aku memahat senyum
Denganmu aku, menolak waktu
Mingguku berbunga
Lusaku usang, berantakan
Bak renyahnya pecahan kaca
Kau tinggalkan serpihan
Tanpa, menyapunya
Bekas ini masih nyata
Kan ku anggap mimpi, belaka
Terima kasih...
Untukmu...
Cinta...
Puisi “Nestapa Asmara” berhasil menangkap esensi dari kerinduan dan kepedihan yang dialami dalam sebuah hubungan yang rumit. Penggunaan imaji yang kuat seperti ‘Sembilu berbisik ragu’ dan ‘pecahan kaca’ memberikan nuansa yang dalam, seolah-olah pembaca dapat merasakan setiap detak jantung penulis yang terombang-ambing antara harapan dan kenyataan. Struktur puisi yang sederhana namun efektif, dengan pengulangan frasa ‘Ku bujuk… Ku rayu…’ memperkuat perasaan putus asa yang mendalam. Namun, meski puisi ini memiliki keindahan, ada kalanya ide yang diangkat terasa familiar dan kurang mengejutkan, sehingga mengurangi dampak emosionalnya. Secara keseluruhan, puisi ini merupakan sebuah refleksi yang menyentuh mengenai cinta dan kehilangan, meskipun ada ruang untuk eksplorasi ide yang lebih orisinal. Dengan demikian, puisi ini berhasil menciptakan resonansi emosional yang kuat, namun bisa ditingkatkan dalam hal kejutan kreatifnya.