Puisi Sega Pradista Berjudul Jarak 7 Bait 35 Baris

Keaslian Ide
3
Elemen Kejutan
2
Kekuatan Emosi
4
Kedalaman Makna
4
Keindahan Bahasa
4
Score
3.4
1 Voters
Puisi 7 Bait 35 Baris Tentang CintaDengar Puisi Bacain Puisi Nilai Download Kutipan Komentar
S

Jarak

© Sega Pradista

Dalam desir sunyi sepertiga terakhir
Angin berhembus menerjang dedaunan, dinginnya mencengkram
Mengeja yang kian meradang

Aku bersimpuh, lumpuh diatas sajadah
Bersujud terkatup bisu, kelu
Apa yang terjadi?
Derai arus air mata seakan berbicara, mewakilkan rasa
Lagi-lagi perihal seutas kerinduan, yang kembali menyapa

Diatas sajadah lusuh, kulabuhkan segenggam cinta
Untuknya yang beradu jarak
Terlerai bilah waktu, terbentur ruang panjang
Terhimpit pula oleh lembah bak samudra, berbingkai ruang khatulistiwa

Kini, ribuan aksara doa sejenak menyeru namamu
Membisik bumi, tersiar mengangkasa
Sekedar penepis kerinduan yang ada

Tengoklah sekejap, entah mengapa?
Semenjak kau hilang tak berjejak, kabar pun tak lagi terngiang
Jiwa ini menjadi berongga, gersang
Rembulan hilang ditelan awan, bintang pun engan menyinari
Cakrawala redup, hampa, sunyi tanpa cerita
Sungguh pilu dan memilukan, terpenjara dalam sangkar kerinduan

Tak terasa aku hanyut dalam arus air mata
Mengapa rindu tak kunjung reda?
Bayangmu manjelma, terus menerus menghantui
Haruskah kubuang bayangmu itu?
Sungguh aku tersiksa, terpaku sendu
Kapan rindu ini akan usai?
Kapan jiwa ini akan bersua?
Lantas, kapan jua hati ini akan seia sekata?

Akan ada saatnya, waktu berkata
Sehabis sujudku, sediam doaku
Ada jawaban kerinduan di penghujung sana
Semoga, syair doa ini menjadi kidung hati
Hiasan kalbu, pelengkap sepi
Dihadapan ilahii, tersuratkan namamu dan rinduku


2 Comments

  1. Keaslian Ide
    3
    Elemen Kejutan
    2
    Kekuatan Emosi
    4
    Kedalaman Makna
    4
    Keindahan Bahasa
    4
    3.4/5
    OVERALL SCORE

    Puisi “Jarak” menyajikan gambaran yang kuat tentang kerinduan dan kesunyian, di mana penulis dengan cermat mengolah emosi yang mendalam melalui pilihan kata yang menyentuh. Penggunaan metafora seperti “rembulan hilang ditelan awan” dan “terpenjara dalam sangkar kerinduan” melukiskan betapa beratnya perasaan yang dialami, sekaligus memberikan visualisasi yang kuat. Keindahan bahasa yang digunakan juga patut dicatat; ritme dan alunan kata-kata menciptakan suasana yang melankolis dan mendayu-dayu. Namun, meskipun banyak elemen yang menarik, ada beberapa bagian yang terasa sedikit repetitif, sehingga bisa membuat pembaca merasa kehilangan momentum. Dalam hal keaslian ide, tema kerinduan memang bukanlah hal baru dalam puisi, tetapi cara penulis menyampaikannya memberikan nuansa yang segar. Kedalaman makna diungkapkan dengan baik, mengajak pembaca untuk merenung tentang kehilangan dan harapan. Sayangnya, elemen kejutan kurang terasa, karena banyak ekspektasi yang sudah dapat ditebak. Secara keseluruhan, puisi ini berhasil menyentuh hati dan menggugah perasaan, meski ada ruang untuk eksplorasi lebih jauh dalam aspek kejutan.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *