Puisi Berjudul Hujan di Malam Sabtu 1 Bait 50 Baris
Hujan di Malam Sabtu
Aku tidak akan membenci malam yang menggantikan siang.
Aku juga tidak menyalahkan hujan yang menghilangkan cerahnya pagi.
Mungkin itu salahku.
Aku manusia tuli dan bisu didekapmu.
Aku hanya bisa memandangi segala tingkah lakumu.
Tanpa bisa aku mencegahmu ketika perlahan menyayat-nyayat tubuhku.
Aku tahu itu menyakitiku, tapi kubiarkan dirimu.
Kuciptakan fatamorganaku sendiri.
Kulihat itu sebagai bentuk kasih sayangmu.
Hingga akhirnya aku menyadari.
Dahulu kutemukan engkau dari tempat antah berantah,
Kulihatmu seperti permata antik berharga yang banyak orang ingin memilikinya,
Tak kusangka ternyata dirimu rapuh karena masa lalumu.
Kucoba membersihkan debu dan kotoran dalam dirimu,
Kurawat dan kujaga dengan seluruh kemampuanku,
Kini kau menjadi permata yang begitu menawan,
Trauma yang dulu kau sebut-sebut itu pun juga sudah menghilang.
Lalu apa?
Setelah kau menjadi permata indah, kau tinggalkan tuan yang dulu merawatmu.
Apakah dia tidak ikhlas dengan segala perlakuannya?
Asal kau tahu, dia lebih dari ikhlas,
Bahkan niatnya lebih murni dari nektar yang diambil lebah untuk dijadikan madu.
Kelak, bukan nanti apalagi sekarang, mungkin kau baru akan menyadari.
Dahulu, kau pernah dielu-elukan.
Dahulu, kedatanganmu sungguh dirindukan.
Dahulu, waktu yang kau sisihkan begitu berharga untuknya.
Dahulu, ada orang yang hanya mengharapkan waktumu.
Bukan yang lain.
Namun, saat itu kau menyadari.
Pohon yang dahulu meneduhkanmu saat hujan dan terik.
Pohon yang menyajikan buah-buahan yang rimbun.
Pohon yang kau jadikan tempat bercerita dan bersenang-senang.
Sekali lagi, saat itu kau menyadari.
Pohon itu telah tumbang.
Menyisakan tangisan darah dan potongan-potongan tubuh yang sudah kau cabik-cabik sendiri.
Mungkin saat itu kau sudah tak peduli.
Mungkin saat itu kau sudah bahagia dengan kehidupan barumu.
Tapi segala memori, kenangan yang tercipta di dekatnya.
...
Tapi tidak, aku tidak akan berkata lebih panjang lagi.
Aku tau, kalimat-kalimat semenyayat apapun tak akan mampu membuka hatimu.
Aku tau, andai pun kau baca tulisan ini, hanya akan jadi bahan tertawaanmu.
Kini aku mencoba meletakkan apa yang kemarin kuperjuangkan.
Kini aku mencoba menata ulang masa depanku.
Entah, rasanya tak ingin berhenti menulis.
Terlalu banyak luka yang kau tinggalkan.
Tapi, satu yang perlu kau tahu.
Setiap hari saat kuingat dirimu, ku selalu berdoa.
Ya Allah, jangan tanamkan benci dan murka kepada dia. Aku tak ingin benci jadi penyakit hati di dalam diriku.
Aku tidak membencimu, aku hanya mencoba untuk tidak lagi peduli.
Postingan ini menciptakan suasana emosional yang kuat dengan bahasa yang indah, merenungkan keaslian ide dan kedalaman makna. Namun, kurangnya unsur kejutan membuat naratifnya terasa sedikit menduga. Cerita tentang permata yang rapuh melambangkan hubungan manusia yang penuh dengan keindahan dan pahitnya realitas. Penulis berhasil mengekspresikan perasaan kompleks dengan intensitas yang menggugah. Meskipun alur cerita bisa diramalkan, pesan tentang pemahaman diri dan kepedulian tetap tersampaikan dengan jelas.