Puisi Berjudul Deru Bumi Menangis 5 Bait 17 Baris
S
Deru Bumi Menangis
© Sofiatul Lailiyah
Langit gelap menurunkan amarah,
Petir menyayat sunyi yang pasrah.
Bumi retak, laut pun meraung,
Hutan rebah dalam kepungan murung.
Jerit tangis di antara puing,
Doa melayang di tengah hening.
Tangan kecil menggenggam harap,
Meski rumah kini tinggal serpih harap.
Banjir melahap jalan dan mimpi,
Gunung muntahkan bara dan sunyi.
Namun di sela duka mendalam,
Cahaya harapan tetap menyala dalam.
Bencana datang tanpa permisi,
Mengajar kita makna berbagi dan empati.
Mari bangkit, saling menguatkan,
Dalam luka, kita tetap satu tujuan.
Trenggalek, 20 Mei 2025
Puisi “Deru Bumi Menangis” berhasil menangkap kepedihan dan harapan di tengah bencana alam yang melanda. Dengan penggunaan imaji yang kuat seperti “langit gelap menurunkan amarah” dan “bumi retak,” penyair mampu membawa pembaca merasakan intensitas emosi yang mendalam. Rima yang konsisten menambah keindahan alunan puisi, menciptakan nuansa dramatis yang sejalan dengan tema duka dan harapan. Di samping itu, keaslian ide yang diangkat mengingatkan kita akan pentingnya solidaritas dalam menghadapi tantangan hidup. Dalam setiap bait, tersimpan kedalaman makna yang mengajak kita untuk merenungkan arti dari kebangkitan setelah keterpurukan. Namun, elemen kejutan terasa kurang dominan, meskipun penutupan puisi dengan ajakan untuk saling menguatkan memberikan sentuhan positif. Secara keseluruhan, puisi ini sangat menyentuh dan relevan dengan kondisi sosial saat ini.