Puisi Hani Hidra Berjudul Biyungku 3 Bait 17 Baris
H
Biyungku
© Hani Hidra
Deru badai memeluk raga yang rapuh
Hujan Air mata dari matahari timur menuju matahari barat.
Biyung..biyung.. Kasihnya tiada tara.
tanyaku kemana biyung?
ada jasadnya tiada tampaknya.
Gemuruh angin menerpa
jiwanya penuh lubang
kakinya melepuh
berjalan dari alfa hingga omega
biyung..biyung..kasihnya tak ada batas.
tanyaku kemana biyungku?
jasadnya utuh suaranya bisu.
biyung.. aku ingin kau dekap.
biyung.. bolehkah aku yang mendekapmu erat?
hanya jadi goresan tak lagi jadi angan.
biyungku tak bisa memilikiku seutuhnya.
memeluknya hanya jadi sembilu.
Puisi ‘Biyungku’ menyajikan sebuah refleksi mendalam tentang kasih seorang ibu yang tiada tara, yang dirangkai dengan bahasa puitis dan penuh emosi. Kekuatan emosional puisi ini terletak pada penggambaran kerinduan yang meluap terhadap sosok ‘biyung’ yang tampaknya sudah tiada, namun tetap hidup dalam kenangan. Dengan penggunaan metafora seperti ‘deru badai’, ‘hujan air mata’, dan perjalanan dari ‘alfa hingga omega’, penulis berhasil menciptakan suasana yang penuh dengan kerinduan dan kesedihan. Namun, meskipun bahasa yang digunakan kaya dan indah, ide inti dari puisi ini terasa kurang orisinal karena tema hubungan dengan ibu telah sering diangkat dalam karya sastra lainnya. Kedalaman makna puisi ini dapat dirasakan melalui pertanyaan retoris tentang keberadaan sang ibu, yang memberikan kesan kehilangan dan ketidakmampuan untuk merasakan kehadiran fisik. Sementara itu, elemen kejutan dalam puisi ini mungkin tidak begitu menonjol, tetapi tetap berhasil menyentuh hati pembaca dengan kesederhanaan emosi yang disampaikan. Secara keseluruhan, puisi ini adalah sebuah karya yang menyentuh dan menggugah perasaan, mengingatkan kita akan cinta abadi seorang ibu.