Puisi Wahyu Eka Nurisdiyanto Berjudul Apa Kabar Ibu Pertiwi 3 Bait 33 Baris

Apa Kabar Ibu Pertiwi
Pertiwi yang kami sebut ibu bangsa
Sedari kami dalam kandungnya
Tak sedikit lara disangga
Pertiwi, ibu kami yang malang
Bersamanya halang rintang
Baginya bukanlah pengadang
Tetap kami tumbuh berkembang
Di tanah Ibu Pertiwi yang rindang
Pertiwi, ibu kami yang lelah
Meski tanpa ucap keluh kesah
Masih kami rasa kasihnya berkisah
Walau acap kali kisahnya susah
Meronta-ronta Ibu Pertiwi
Katanya, bukan karena sakitnya sendiri
Tumpah air mata Ibu Pertiwi
Menyaksikan duka kami
Kenang tergenang mimpi dan ambisi
Pada realita yang mengiris hati
Durhaka kami pada Ibu Pertiwi
Atas segala keburukan tabiat diri
Sedang kami masih belum jua menyadari
Paling lantang bersuara di ujung nyali,
"Adilkah ujian ini untuk kami?"
Berganti tahun pandemi tak kunjung usai
Ekonomi kering kerontang menyertai
Di mana musim semi?
Kapan hujan membumi kembali?
Ibu kami, Pertiwi menghampiri
Petuahnya begitu mewakili,
"Gersang di tanah ini, tentu tidak akan berlanjut mendampingi.
Wabah pun beranjak pergi.
Maka, hidupilah kehidupan dalam damai, sinergi, juga saling mengasihi.
Diorama kemakmuran karya Tuhan searah menanti."
Puisi ‘Apa Kabar Ibu Pertiwi’ menyampaikan emosi yang mendalam mengenai hubungan antara bangsa dan tanah airnya melalui personifikasi yang kuat. Puisi ini berhasil menggugah perasaan pembaca dengan menyamakan Pertiwi sebagai seorang ibu yang lelah dan penuh kasih. Emosi yang terjalin dalam puisi ini terasa autentik dan memunculkan rasa iba serta refleksi bagi pembaca tentang kondisi bangsa. Dari segi bahasa, puisi ini menggunakan diksi yang puitis dan indah, meskipun beberapa bagian terasa agak klise dan kurang segar. Namun demikian, keindahan bahasa tetap terjaga melalui pemilihan kata yang cermat. Ide yang diangkat, yakni penderitaan dan harapan Ibu Pertiwi di tengah krisis bangsa, bukanlah hal baru dalam tema puisi patriotik. Akan tetapi, penyampaian pesan moral agar hidup dalam damai dan sinergi memberikan kedalaman makna yang patut diapresiasi. Elemen kejutan dalam puisi ini tidak begitu menonjol, karena alur ceritanya cenderung mengikuti pola yang sudah sering dijumpai. Secara keseluruhan, puisi ini menawarkan pengalaman emosional yang menyentuh dan mendorong pembaca untuk merenungkan peran mereka dalam merawat tanah air.