Puisi PencilSpirit Berjudul Pemimpin Terakhir 4 Bait 15 Baris

P
Pemimpin Terakhir
© PencilSpirit
Sudut bibirmu selalu naik,
Sikapmu ramah begitu simpatik,
Pun ketika kau usap wajah dari baunya ludah,
Juga saat darah mengalir di wajahmu yang lelah,
Bila saat itu kami disana, kuatkah menahan amarah ?,
Dan mungkin aku yang pertama tersedu,
Ingin kurobek mulut si pembuang ludah,
Ingin kupotong tangan pelempar batu,
Lihatlah umatmu kini,
Tak satupun layak memimpin kami,
Bukakan tabir itu wahai Rab-ku,
Pemimpin terakhir pilihanMu.
O Rasulku,
Kumohon jadilah pemimpin barisanku,
Sekali nanti.
Puisi “Pemimpin Terakhir” ini menyuguhkan ketegangan emosional yang mendalam, mencerminkan kemarahan dan kerinduan akan sosok pemimpin yang ideal di tengah keterpurukan umat. Penulis berhasil menangkap perasaan frustrasi dan harapan dengan penggambaran yang kuat, terutama dalam gambaran wajah yang lelah dan darah yang mengalir. Meskipun ada keindahan dalam penyampaian, beberapa pilihan kata dapat ditingkatkan untuk lebih meningkatkan kekuatan bahasa. Ide tentang pencarian pemimpin yang berkualitas merupakan tema yang relevan dan orisinal, menciptakan resonansi dengan kondisi sosial saat ini. Namun, kedalaman makna bisa lebih dieksplorasi, terutama dalam konteks spiritual dan kemanusiaan yang lebih luas. Elemen kejutan di akhir puisi memberikan kesan mendalam, meskipun dapat dioptimalkan dengan lebih banyak twist dalam penggambaran. Secara keseluruhan, puisi ini menawarkan pengalaman emosional yang kuat, meski masih ada ruang untuk pengembangan lebih lanjut dalam aspek bahasa dan makna.