Puisi abudalta Berjudul Jejak Darah 6 Bait 18 Baris
a
Jejak Darah
© abudalta
Impianku tinggallah puing-puing
melihat desir sayap-sayap lembut
mengepak di antara tulang-tulang rusuk yang meradang ataukah seberkas cahaya yang disembunyikan
kabut tipis
koyaklah tirai yang melingkupi diriku
terbang berputar-putar di langit perenungan
atau lawatlah aku dalam tidurku
nafasku bergemuruh bersama desau sang angin
berkali-kali aku mencoba
menggapai lagi rohku dengan kedua tangan
kalian berjumlah banyak
sedang ku sendiri
katakan yang kalian kehendaki padaku
lakukan itu
serigala memangsa pada kegelapan malam
tapi masih ada jejak darah bebatuan
menjelang fajar dan matahari bersinar
241102
Puisi ‘Jejak Darah’ tampil dengan nuansa yang sangat melankolis dan penuh perenungan. Dari segi kekuatan emosi, puisi ini mampu menggelitik perasaan pembaca dengan gambaran yang suram namun menawan, seperti puing-puing impian dan desir sayap yang lembut. Bahasanya juga kaya dengan metafora yang menggugah, meski terkadang terasa berlapis-lapis sehingga menuntut pembaca untuk lebih mendalami maknanya. Ide yang diusung melalui puisi ini, yaitu tentang kerinduan dan keberanian untuk menghadapi kegelapan, cukup orisinal dan menarik perhatian. Kedalaman makna puisi ini tercermin dari upaya penyair menggambarkan perjalanan batin yang kompleks, meski bagi sebagian pembaca, bisa jadi membutuhkan lebih banyak waktu untuk sepenuhnya menangkap esensinya. Elemen kejutan hadir melalui penggunaan diksi seperti ‘serigala’ dan ‘jejak darah’ yang tiba-tiba mengguncang dari suasana yang awalnya penuh kerinduan dan kontemplasi. Secara keseluruhan, puisi ini menyajikan pengalaman membaca yang memikat dan menantang, mengundang pembaca untuk merenung lebih jauh.