Puisi Aisyah Wulansari Rahajeng Berjudul Cermin Rias Perak 35 Bait 35 Baris
Cermin Rias Perak
Aku diberikan Tuan cermin
Cermin rias perak yang mengkilap
Warnananya putih sekali.. menyilaukan
Pantulannya lurus mulus
Namun ada yang aneh
Dalam tiap desir ku usap ia
Kurasakan ada semacam luka tertutup rapuh
Kerapuhan yang terpoles manis
Dan disetiap kurasakan sedih itu
Bak ku dengar ia seolah-olah menangis
Berceritalah ia kemudian
Cermin Rias Perak
Tentang perjalanan panjangnya dari batu gunung
Sampai pikulan di punggung
Hingga sampai berapih di belakang panggung
Oh Cermin Rias Perak
Tak ku tahu harus sepanjang itu jalanmu
Pun harus sekeras itu
Hingga suatu waktu
Tuan datang murka dan membantingnya
Cermin Rias Perak
Pecahlah dua ia
"Hidup itu keras, jangan rapuh sepertinya"
Berpekik ia berpesan
Oh Cermin Rias Perak
Di antara serpihan itu kembali ku rasakan
Bukan kesedihan atau kesakitan
Namun kekuatan
Cermin Rias Perak
Tuhan memang Maha Tahu siapa dirimu
Pun tanpa harus kau menggugu satu satu
Untuk jelaskan siapa dirimu
Cermin Rias Perak
Jember tengah malam,
27 Desember 2017
Puisi “Cermin Rias Perak” menggugah perasaan dengan paduan emosi kesedihan dan kekuatan. Penulis berhasil mengekspresikan perasaan rapuh yang tersembunyi di balik keindahan luar, yang diwakili oleh cermin. Imaji cermin sebagai simbol perjalanan hidup yang melewati berbagai tantangan sangatlah kuat, dan dapat mengajak pembaca merenungkan liku-liku kehidupan. Selain itu, penggunaan bahasa yang puitis dan deskriptif memberikan daya tarik tersendiri, meskipun terdapat beberapa bagian yang mungkin kurang rapi dalam pengolahan ritme. Keaslian ide yang mengangkat tema tentang pencarian identitas dan kekuatan dari kerapuhan menunjukkan kedalaman pemikiran penulis. Namun, ada sedikit kekurangan dalam elemen kejutan, di mana arah puisi ini dapat diprediksi setelah beberapa bait. Secara keseluruhan, puisi ini berhasil menyampaikan pesan yang mendalam dengan cara yang indah dan menyentuh hati.