Puisi Legiman Partowiryo Berjudul Petuah 4 Bait 10 Baris
S
Petuah
© Sirazhy
hujanpun menangis
saat malam menanggalkan pakaian
menyembulkan kasunyatan
dan memupuk kearifan usia
bagai kereta meninggalkan kota menuju senja
inginku pulang pada rumah yang rumpang
sejak gigil menceraikan tawa dan air mata
tak pernah lagi kusambangi
cecumbuan bagai dengung;
menyesap airmata penghabisan.
Puisi “Petuah” memiliki daya tarik yang kuat melalui penggambaran suasana yang melankolis dan penuh emosi. Penggunaan metafora seperti ‘hujanpun menangis’ dan ‘menyembulkan kasunyatan’ menciptakan citra yang mendalam, mengajak pembaca untuk merenungkan kerinduan dan kehilangan. Struktur yang terjalin dalam aliran kata-kata memberikan nuansa puitis yang mengalun, menyiratkan perjalanan hidup yang penuh liku, sebagaimana diibaratkan dengan kereta yang meninggalkan kota. Meski demikian, ada momen yang terkesan padat dan mungkin membuat pembaca terjebak dalam labirin makna. Terlepas dari itu, ide yang diusung cukup orisinal, memadukan elemen alam dan perasaan manusia. Secara keseluruhan, puisi ini menyentuh dan menyuguhkan kedalaman yang dapat diresapi, meskipun mungkin membutuhkan pembacaan ulang untuk meresapi setiap lapisan makna yang ada.