Puisi Muhammad Khoirul Faizin Berjudul Hitam Yang Bercahaya 5 Bait 25 Baris
M
Hitam Yang Bercahaya
© Muhammad Khoirul Faizin
Teringatkan, kelam surau masa lampau
Bahkan, mendung dirasakannya hingga kini
Menghujam telak di kalbu
Terang tak lagi menghiasi
Penuh dengan rasa malu
Tatkala kepekatan senantiasa didapati.
Jeruji maksiat yang tak pernah henti
Ibarat rembulan terbelah
Hitam di setiap malam hari
Terkelungkup penuh resah gelisah
Di tanah itu, ia menyesal dalam sanubari.
Pasrah kepada Sang Maha Pemurah.
Yang ia harapkan satu
Sebuah senyuman, senyuman penuh cahaya
Perlahan melebur hitam itu
Cahaya merekah diwajahnya
Biaskan hitam dalam kalbu
Tatkala hendak menghadap-Nya.
Oh… Tuhan!
Kau Maha Tahu, segala sesuatu yang kulakukan
Rasanya tak pantas tuk mendekati-Mu
Mengemis ampunan-Mu
Penuh dosa kulakukan
Tanpa ku tersadarkan.
(Kudus, Maret 2016)
Puisi “Hitam Yang Bercahaya” dengan cermat mengungkapkan konflik batin yang mendalam antara penyesalan dan harapan. Penggunaan imageri seperti ‘kelam surau masa lampau’ dan ‘jeruji maksiat’ menciptakan suasana yang kuat dan mampu menggugah emosi pembaca. Bahasa yang dipilih terkesan puitis dan melankolis, memberikan nuansa yang mendalam pada tema penyesalan dan pencarian pengampunan. Namun, meskipun puisi ini menyajikan ide yang mengena, beberapa frasa terasa agak klise dan dapat dikembangkan lebih jauh untuk menambah keaslian. Kedalaman makna sangat terasa pada bait-bait akhir yang menunjukkan pengharapan akan cahaya di tengah kegelapan, meskipun elemen kejutan yang dihadirkan masih dapat ditingkatkan untuk memberikan dampak yang lebih mendalam. Secara keseluruhan, puisi ini berhasil menyentuh sisi spiritual dan emosional, meskipun masih ada ruang untuk eksplorasi lebih lanjut dalam penggambaran ide. Saya memberikan penilaian sebagai berikut: