Puisi Tino Beo Berjudul Bumi Yang Asing 5 Bait 11 Baris
T
Bumi Yang Asing
© Tino Beo
Kau tidak punya alasan lain, selain berada di rumah.
Begini juga aku.
Mendengarkan musik masing-masing dan
menyalakan lilin pada petang.
Bangsa kita sudah sakit dari awal. Memakamkan koruptor dengan uang. Memenjarakan lansia tanp gigi.
Tapi, itu tidak menjadi alasan untuk pasrah, bukan ?
Kembali ke rumah. Berdoa. Segera.
Dunia sudah tidak manja. Ribuan nyawa tanpa nyanyian dan saudara. Air mata yang kehilangan mata air.
Jangan takut, sayang. Tebalkan iman.
Jaga jarak rindu. Jauhi keramaian yang membuatmu kecil di mata orang-orang.
Sekarang, bumi juga asing di mata Tuhan.
Puisi ‘Bumi Yang Asing’ memancarkan nuansa melankolis yang menyentuh, menggambarkan perjuangan individu dalam menghadapi ketidakadilan sosial yang merajalela. Penggunaan metafora seperti ‘air mata yang kehilangan mata air’ dan ‘jaga jarak rindu’ menciptakan gambaran yang kuat tentang kerinduan dan harapan di tengah kesedihan. Sisi emosional puisi ini sangat kuat, mengingatkan kita akan realitas pahit yang dialami oleh banyak orang. Namun, meskipun bahasa yang digunakan sudah cukup indah, terdapat beberapa bagian yang bisa lebih diperhalus untuk meningkatkan estetika puisi. Ide yang diusung sangat relevan dengan situasi sosial saat ini, namun keaslian penyampaian bisa lebih ditonjolkan agar terasa lebih segar. Kedalaman makna puisi ini cukup dalam, tetapi bisa dikembangkan lebih lanjut untuk mengajak pembaca merenung lebih jauh. Elemen kejutan di dalam puisi ini terasa kurang, karena alur dan tema yang diangkat cenderung sudah lazim ditemui. Secara keseluruhan, puisi ini memiliki potensi yang besar dan menyentuh, namun masih bisa ditingkatkan dalam beberapa aspek.