Puisi Intan Sulistyana Berjudul Malam Kelam 1 Bait 13 Baris
I
Malam Kelam
© Intan Sulistyana
Magrib itu kau cumbu diriku dengan desir rindu
Gemerisik kota menghancurkan nyenyat yang kucipta diam-diam,
Kulantunkan ayat-ayat renjana pada bibir-bibir kubah,
Yang menggema pada dinding-dinding mushola,
Sebagian diriku risak,
Ada desir yang mengguncang hebat,
Lagi-lagi aku tercekat,
pada adzan yang menggaung di sudut-sudut kota,
atau pada tirai-tirai vishaka yang bergelantung di angkasa.
Sejujurnya, ingin kututup malam dengan isak,
Atau membiarkan gerimis menghujani mata,
Hingga membutakan diri untuk melihat dunia;
Fana.
Puisi “Malam Kelam” ini berhasil menangkap nuansa kerinduan dan kesedihan yang mendalam. Dengan penggunaan bahasa yang puitis dan penuh imaji, penulis melukiskan suasana magrib yang menjadi latar belakang emosi yang kompleks. Istilah seperti ‘desir rindu’ dan ‘gemerisik kota’ menciptakan suasana yang hidup, mengajak pembaca untuk merasakannya secara langsung. Penggambaran adzan yang menggaung serta tirai-tirai vishaka yang bergelantung menambah kedalaman visual dan emosional puisi ini. Namun, meski keindahan bahasanya memukau, ada kalanya penggunaan metafora terasa berlebihan dan dapat membingungkan pembaca. Keaslian ide yang diusung juga menarik, di mana penulis menggabungkan elemen spiritual dengan kerinduan humanis. Makna dari puisi ini terletak pada pencarian kedamaian dalam kegelapan, dan rasa rindu yang sering kali sulit diungkapkan. Meskipun terdapat elemen kejutan yang bisa lebih ditonjolkan, keseluruhan puisi ini memberikan pengalaman yang menyentuh dan mengajak pembaca untuk merenung tentang kehidupan dan kehadiran. Secara keseluruhan, puisi ini patut diapresiasi atas keindahan dan kedalamannya.