Puisi Eko Sulistyo W Berjudul Kala subuh hari 4 Bait 23 Baris
Kala subuh hari
Lembayung pagi menyelimuti kalbu
Purnama pun sudah mulai malu dan berangsur angsur meninggalkanku
Terdengar sayup2 dari kejauhan lantunan syair rindu
Seolah iya memanggil ku dan memanggil mu untuk segera bertemu
Dengan menggunakan kain istimewa yang biasa kau gantung di belakang pintu
Kala itu masih banyak makhluk yang terlelap dalam kelembutan hari
Ditimang oleh mimpi yang membawanya pergi jauh dan tak tertembus dimensi
Diwaktu itu suasana masih sangat sepi
Hanya Kokok Jantan yang silih berganti memecah kesunyian waktu,yang singkat dan bertepi
Ditemani syair indah,memuji Pencipta yang teramat Tinggi
Di saat itu ada sebuah qobliyah waktu
Dimana dunia dan isinya tidak berarti apa2 bagimu
Karena Kau ada di fase tertinggi pada masa itu
Fase dimana Kau dan Tuhan Mu bertemu sangat dekat kala itu
Tapi sayang tidak semua Makhluk yang tau
Bahkan aku pun baru Tau
Ya Allah yang Maha Tinggi........
Maafkan Hamba sering melalaikan Hari
Mengejar Dunia sampai lupa diri
Sedangkan Engkau pemilik kehidupan Fana ini
Kerajaan Langit dan Kerajaan Bumi semua bersujud,memuji keagungan Mu Ya Robbi...
Semoga Kau masih memberi kesempatan Hamba Mu ini satu kali lagi
Untuk bisa bertemu kala Subuh Hari nanti...Amin....
Puisi “Kala Subuh Hari” menyuguhkan gambaran yang indah tentang momen spiritual yang intim antara pengarang dan Tuhannya. Dengan nuansa lembut dan penuh kerinduan, penyair berhasil menyampaikan emosi yang mendalam melalui gambaran alam yang puitis. Penggunaan kata-kata seperti ‘lembayung pagi’ dan ‘lantunan syair rindu’ menciptakan suasana yang hening dan magis, menggugah pembaca untuk merenungkan kedekatan mereka dengan Sang Pencipta. Namun, meskipun ada keindahan dalam bahasa yang digunakan, beberapa frasa terasa sedikit klise dan bisa lebih diperbaharui untuk meningkatkan keaslian ide. Dalam hal kedalaman makna, puisi ini berhasil menyentuh tema penting tentang kesadaran diri dan pencarian spiritual, namun bisa lebih dieksplorasi untuk memberikan lapisan makna yang lebih kompleks. Elemen kejutan dalam puisi ini agak minim, karena alur dan tema yang diangkat cukup umum dalam konteks spiritual. Secara keseluruhan, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung, meskipun ada ruang untuk peningkatan dalam beberapa aspek.