Puisi Puspa Agustin Berjudul Satu Frekuensi 4 Bait 16 Baris
P
Satu Frekuensi
© Puspa Agustin
Dengan mata tlnjng
Menerobos gelap yang hitam pekat
Aku meraba
Adakah cahaya di dalamnya?
Ada titik kutemukan
Sedikit redup namun menerangi
Remang-remang
Aku menerawang
Menginjakkan kaki pada dimensinya
Bersimpuh takzim
Ada luka kubaca dari bola matanya
Menetes air mata dengan senyum paksa
Aku mengepal jari jemarinya
Menggandeng ke arah pintu keluar
Sebab ternyata kita tak jauh beda
Aku juga berdarah
Puisi “Satu Frekuensi” menyajikan pengalaman yang kaya dalam menggambarkan perjalanan dari kegelapan menuju cahaya. Penggunaan bahasa yang sederhana namun kuat menciptakan ikatan emosional yang mendalam. Penyair mampu menangkap nuansa kerentanan dan harapan dalam satu tarikan napas, menjadikan pembaca seolah turut merasakan perjalanan tersebut. Elemen visual seperti ‘mata’ dan ‘air mata’ memberikan gambaran yang jelas akan kesedihan dan harapan, sementara frasa ‘kita tak jauh beda’ mengajak pembaca untuk merenungkan kesamaan dalam penderitaan. Namun, meski ide dasarnya tidak sepenuhnya baru, cara penyampaian yang penuh perasaan memberikan nuansa keaslian tersendiri. Terdapat sedikit elemen kejutan pada akhir puisi, yang mana menyiratkan bahwa meskipun ada kesedihan, ada juga keinginan untuk saling mendukung. Secara keseluruhan, puisi ini berhasil menyentuh hati dan meninggalkan kesan mendalam bagi pembaca.