Sajak Tafsir

Sapardi Djoko Damono

Kau bilang aku burung?
Jangan sekali-kali berkhianat
kepada sungai, ladang, dan batu.
Aku selembar daun terakhir
yang mencoba bertahan di ranting
yang membenci angin.
Aku tidak suka membayangkan
keindahan kelebat diriku
yang memimpikan tanah,
tidak memercayai janji api yang akan menerjemahkanku
ke dalam bahasa abu.

Tolong tafsirkan aku
sebagai daun terakhir
agar suara angin yang meninabobokan
ranting itu padam.

Tolong tafsirkan aku sebagai hasrat
untuk bisa lebih lama bersamamu.
Tolong ciptakan makna bagiku,
apa saja — aku selembar daun terakhir
yang ingin menyaksikanmu bahagia
ketika sore tiba.

Share your love

One comment

  1. Keaslian Ide
    4
    Elemen Kejutan
    3
    Kekuatan Emosi
    4
    Kedalaman Makna
    5
    Keindahan Bahasa
    5
    4.2/5
    OVERALL SCORE

    Puisi ‘Sajak Tafsir’ menyuguhkan perenungan yang mendalam tentang identitas dan kerinduan. Penyair dengan cermat menggunakan metafora burung dan daun untuk menciptakan gambaran visual yang kaya, sekaligus menyampaikan perasaan kerentanan dan harapan. Ungkapan tentang tidak ingin berkhianat kepada alam mengisyaratkan hubungan yang erat antara manusia dan lingkungan, sementara permohonan untuk ditafsirkan menunjukkan kerinduan akan pengertian dan kedekatan. Bahasa yang digunakan sangat puitis, menggugah imaji dan emosi dalam satu tarikan napas. Namun, meskipun keindahan bahasanya memikat, ada kalanya penyampaian terasa agak berbelit, yang sedikit mengurangi kejelasan makna. Secara keseluruhan, puisi ini berhasil menyentuh dan menggugah pemikiran, dan meninggalkan kesan mendalam tentang cinta serta keberadaan di tengah ketidakpastian.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *