
Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik,
merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Kita abadi.
Yang fana adalah waktu. Kita abadi memungut detik demi detik,
merangkainya seperti bunga
sampai pada suatu hari
kita lupa untuk apa
“Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?” tanyamu.
Kita abadi.
Puisi “Yang Fana Adalah Waktu” mengajak pembaca untuk merenungkan sifat waktu dan keberadaan manusia dalam konteksnya. Dengan penggunaan frasa yang sederhana namun mendalam, puisi ini berhasil menciptakan suasana yang reflektif. Penulis menggunakan repetisi yang efektif, menekankan pergeseran antara yang abadi dan yang fana, memberikan nuansa ironis yang menyentuh. Meskipun tema tentang waktu bukanlah hal yang baru, cara penulis menyajikannya dengan pertanyaan retoris menambah dimensi bagi pembaca untuk merenung lebih dalam. Namun, ada beberapa bagian yang terasa agak klise dan bisa diperbaiki untuk meningkatkan keaslian ide. Secara keseluruhan, puisi ini menawarkan keindahan dalam kesederhanaan dan menggugah pemikiran, meskipun tidak sepenuhnya mengejutkan dalam penyampaiannya.