
Sementara kita saling berbisik
untuk lebih lama tinggal
pada debu, cinta yang tinggal berupa
bunga kertas dan lintasan angka-angka
ketika kita saling berbisik
di luar semakin sengit malam hari
memadamkan bekas-bekas telapak kaki, menyekap sisa-sisa
unggun api
sebelum fajar. Ada yang masih bersikeras abadi.
Puisi ‘Sementara Kita Saling Berbisik’ mengajak pembaca untuk merenungkan keintiman dalam hubungan yang dilukiskan dengan keindahan yang penuh nuansa. Penggunaan frasa ‘debuk, cinta yang tinggal berupabunga kertas’ memberikan gambaran yang kuat tentang kerentanan dan keabadian perasaan. Gaya bahasa yang puitis dan simbolis memperkaya pengalaman membaca, meskipun ada kalanya dapat terasa agak kabur bagi pembaca yang tidak terbiasa dengan ungkapan metaforis. Meskipun ide tentang cinta yang terperangkap dalam waktu bukanlah hal baru, cara penyajiannya memberikan nuansa kesegaran. Namun, elemen kejutan dalam puisi ini mungkin kurang terasa, karena alur dan tema yang diangkat cukup umum dalam sastra cinta. Secara keseluruhan, puisi ini berhasil menyentuh hati dan memberikan ruang bagi pembaca untuk merenungkan makna di balik kata-kata yang sederhana namun mendalam.