
Tentara rakyat telah melucuti Kebatilan
Setelah mereka menyimak deru sejarah
Dalam regu perkasa mulallah melangkah
Karena perjuangan pada hari-hari ini
Adalah perjuangan dari kalbu yang murni
Belum pernah kesatuan terasa begini eratnya
Kecuali dua puluh tahun yang lalu
Mahasiswa telah meninggalkan ruang-kuliahnya
Pelajar muda berlarian ke jalan-jalan raya
Mereka kembali menyeru-nyeru
Nama kau, Kemerdekaan
Seperti dua puluh tahun yang lalu
Spiral sejarah telah mengantarkan kita
Pada titik ini
Tak ada seorang pun tiran
Sanggup di tengah jalan mengangkat tangan
Danberseru: Berhenti!
Tidak ada. Dan kalau pun ada
Tidak bisa
Karena perjuangan pada hari-hari ini
Adalah perjuangan dimulai dari sunyi
Belum pernah kesatuan terasa begini eratnya Kecuali duapuluh tahun yang lalu.
Puisi ‘Refleksi Seorang Pejuang Tua’ mengajak pembaca untuk merenungkan perjalanan sejarah perjuangan bangsa dengan nuansa yang mendalam. Penuh emosi, bait-baitnya menggambarkan semangat kolektif yang tak pudar meskipun waktu berlalu. Penggunaan repetisi pada frasa ‘dua puluh tahun yang lalu’ menciptakan sebuah jalinan antara masa lalu dan kini, menekankan pentingnya ingatan kolektif. Bahasanya, meskipun sederhana, sangat kuat dan langsung menyentuh hati. Namun, ada kalanya keindahan bahasa bisa lebih dieksplorasi melalui penggunaan metafora atau imaji yang lebih kaya. Ide tentang perjuangan yang berakar pada kedamaian dan kesunyian adalah sebuah gagasan yang orisinal dan relevan, meskipun konsep ini telah sering dibahas. Kedalaman makna puisi ini sangat terasa, terutama dalam konteks perjuangan yang terus berlanjut, namun elemen kejutan yang dihadirkan bisa lebih diperdalam untuk memberikan dampak yang lebih besar kepada pembaca. Secara keseluruhan, puisi ini merupakan refleksi yang kuat dan berharga tentang semangat perjuangan bangsa.