
Aku tulis sajak ini di bulan gelap raja-raja
Bangkai-bangkai tergeletak lengket di aspal jalan
Amarah merajalela tanpa alamat
Kelakuan muncul dari sampah kehidupan
Pikiran kusut membentur simpul-simpul sejarah
O, zaman edan!
O, malam kelam pikiran insan!
Koyak moyak sudah keteduhan tenda kepercayaan
Kitab undang-undang tergeletak di selokan
Kepastian hidup terhuyung-huyung dalam comberan
O, tatawarna fatamorgana kekuasaan!
O, sihir berkilauan dari mahkota raja-raja!
Dari sejak zaman Ibrahim dan Musa
Allah selalu mengingatkan
bahwa hukum harus lebih tinggi
dari ketinggian para politisi, raja-raja, dan tentara
O, kebingungan yang muncul dari kabut ketakutan!
O, rasa putus asa yang terbentur sangkur!
Berhentilah mencari Ratu Adil!
Ratu Adil itu tidak ada. Ratu Adil itu tipu daya!
Apa yang harus kita tegakkan bersama
adalah Hukum Adil
Hukum Adil adalah bintang pedoman di dalam prahara
Bau anyir darah yang kini memenuhi udara
menjadi saksi yang akan berkata:
Apabila pemerintah sudah menjarah Daulat Rakyat
apabila cukong-cukong sudah menjarah ekonomi bangsa
apabila aparat keamanan sudah menjarah keamanan
maka rakyat yang tertekan akan mencontoh penguasa
lalu menjadi penjarah di pasar dan jalan raya
Wahai, penguasa dunia yang fana!
Wahai, jiwa yang tertenung sihir tahta!
Apakah masih buta dan tuli di dalam hati?
Apakah masih akan menipu diri sendiri?
Apabila saran akal sehat kamu remehkan
berarti pintu untuk pikiran-pikiran kalap
yang akan muncul dari sudut-sudut gelap
telah kamu bukakan!
Cadar kabut duka cita menutup wajah Ibu Pertiwi
Airmata mengalir dari sajakku ini.
Puisi “Sajak Bulan Mei 1998 Di Indonesia” berhasil menggugah emosi dengan gambaran yang kuat tentang keadaan sosial dan politik yang kelam. Penulis mampu menghadirkan nuansa amarah dan keputusasaan melalui pilihan kata yang tegas dan langsung, menciptakan suasana yang mendalam dan menggugah perasaan. Keindahan bahasa dalam puisi ini terletak pada penggunaan repetisi yang efektif, meskipun terkadang terasa berat dan padat. Ide yang diusung juga sangat orisinal, mencerminkan kemarahan dan penolakan terhadap ketidakadilan, serta mengajak pembaca untuk merenungkan keadaan bangsa. Namun, kedalaman makna puisi ini bisa dianggap cukup jelas dan tidak terlalu kompleks; meskipun kuat, ia tidak meninggalkan banyak ruang untuk interpretasi yang lebih dalam. Elemen kejutan hadir dalam penggunaan metafora yang tajam, tetapi tidak terlalu mengejutkan bagi pembaca yang akrab dengan tema ketidakadilan sosial. Secara keseluruhan, puisi ini merupakan sebuah karya yang meresap dan menantang, mencerminkan keadaan masyarakat yang tertekan dan menuntut keadilan.