
Kami generasi yang sangat kurang rasa percaya diri
Gara-gara pewarisan nilai, sangat dipaksa-tekankan
Kalian bersengaja menjerumuskan kami-kami
Sejak lahir sampai dewasa ini
Jadi sangat tepergantung pada budaya
Meminjam uang ke mancanegara
Sudah satu keturunan jangka waktunya
Hutang selalu dibayar dengan hutang baru pula
Lubang itu digali lubang itu juga ditimbuni
Lubang itu, alamak, kok makin besar jadi
Kalian paksa-tekankan budaya berhutang ini
Sehingga apa bedanya dengan mengemis lagi
Karena rendah diri pada bangsa-bangsa dunia
Kita gadaikan sikap bersahaja kita
Karena malu dianggap bangsa miskin tak berharta
Kita pinjam uang mereka membeli benda mereka
Harta kita mahal tak terkira, harga diri kita
Digantung di etalase kantor Pegadaian Dunia
Menekur terbungkuk kita berikan kepala kita bersama
Kepada Amerika, Jepang, Eropa dan Australia
Mereka negara multi-kolonialis dengan elegansi ekonomi
Dan ramai-ramailah mereka pesta kenduri
Sambil kepala kita dimakan begini
Kita diajarinya pula tata negara dan ilmu budi pekerti
Dalam upacara masuk masa penjajahan lagi
Penjajahnya banyak gerakannya penuh harmoni
Mereka mengerkah kepala kita bersama-sama
Menggigit dan mengunyah teratur berirama
Sedih, sedih, tak terasa jadi bangsa merdeka lagi
Dicengkeram kuku negara multi-kolonialis ini
Bagai ikan kekurangan air dan zat asam
Beratus juta kita menggelepar menggelinjang
Kita terperangkap terjaring di jala raksasa hutang
Kita menjebakkan diri ke dalam krangkeng budaya
Meminjam kepeng ke mancanegara
Baca Juga : Mengenang Puisi Nonton Harga Karya Wiji Thukul
Dari membuat peniti dua senti
Sampai membangun kilang gas bumi
Dibenarkan serangkai teori penuh sofistikasi
Kalian memberi contoh hidup boros berasas gengsi
Dan fanatisme mengimpor barang luar negeri
Gaya hidup imitasi, hedonistis dan materialistis
Kalian cetak kami jadi Bangsa Pengemis
Ketika menadahkan tangan serasa menjual jiwa
Tertancap dalam berbekas, selepas tiga dasawarsa
Jadilah kami generasi sangat kurang rasa percaya
Pada kekuatan diri sendiri dan kayanya sumber alami
Kalian lah yang membuat kami jadi begini
Sepatutnya kalian kami giring ke lapangan sepi
Lalu tiga puluh ribu kali, kami cambuk dengan puisi ini
Puisi “Kalian Cetak Kami Jadi Bangsa Pengemis” karya penyair ini menyuguhkan sebuah narasi yang kuat mengenai perjuangan generasi yang terjebak dalam siklus utang dan ketidakberdayaan. Dengan kata-kata yang tajam dan penuh perasaan, penyair berhasil menggambarkan kondisi psikologis yang dialami oleh bangsa yang terjajah oleh budaya utang dan ketergantungan ekonomi. Emosi kesedihan dan kemarahan sangat terasa di setiap bait, menciptakan resonansi yang mendalam bagi pembaca. Keindahan bahasa yang digunakan, meskipun terkesan lugas, berhasil menyampaikan kritik sosial yang sangat relevan. Ide yang diangkat pun tergolong orisinal, menyoroti aspek ketergantungan yang sering kali terabaikan dalam wacana nasionalisme. Kedalaman makna puisi ini sangat mengesankan, mengajak pembaca untuk merenungkan tentang identitas dan harga diri bangsa. Namun, elemen kejutan dalam puisi ini terbilang minim; pembaca mungkin sudah dapat merasakan arah pemikiran penyair sejak awal. Secara keseluruhan, puisi ini adalah sebuah karya yang menggugah pikiran dan perasaan, layak untuk diapresiasi dan didiskusikan lebih lanjut.