
maumu mulutmu bicara terus
tapi tuli telingamu tak mau mendengar
maumu aku ini jadi pendengar terus
bisu
kamu memang punya tank
tapi salah besar kamu
kalau karena itu
aku lantas manut
andai benar
ada kehidupan lagi nanti
setelah kehidupan ini
maka aku kuceritakan kepada semua makhluk
bahwa sepanjang umurku dulu
telah kuletakkan rasa takut itu di tumitku
dan kuhabiskan hidupku
untuk menentangmu
hei penguasa zalim
24 januari 97
Puisi berjudul “Puisi Sikap” ini menyajikan sebuah ekspresi yang kuat dan berani terhadap ketidakadilan serta penindasan. Melalui penggunaan kata-kata yang lugas dan langsung, penyair berhasil menyampaikan suara hati yang terdampak oleh kekuasaan yang zalim. Emosi yang terpancar terasa nyata, mengajak pembaca untuk merasakan ketidakberdayaan sekaligus semangat perlawanan. Namun, di sisi lain, keindahan bahasa yang digunakan terasa kurang terjaga, dengan ritme yang kadang tidak konsisten. Keaslian ide yang diangkat, yaitu tentang keberanian melawan penindasan, patut diacungi jempol, meskipun tema ini sudah sering muncul dalam sastra. Kedalaman makna puisi ini cukup signifikan, karena mampu menggugah refleksi tentang ketidakadilan sosial. Namun, elemen kejutan dalam penyampaian pesan tampak kurang, membuat puisi ini lebih terkesan sebagai seruan perjuangan daripada sebuah karya yang memberikan twist yang mengejutkan. Secara keseluruhan, “Puisi Sikap” adalah karya yang menggugah meski masih memiliki ruang untuk perbaikan dalam aspek keindahan bahasa dan elemen kejutan.