
Banyak gores belum terputus saja
Satu rumah kecil putih dengan lampu merah muda caya
Langit bersih cerah dan purnama raya…
Sudah itu tempatku tak tentu di mana.
Sekilap pandangan serupa dua klewang bergeseran
Sudah itu berlepasan dengan sedikit heran
Hembus kau aku tak perduli, ke Bandung, ke Sukabumi…!?
Kini aku meringkih dalam malam sunyi.
Puisi “Perhitungan” menawarkan sebuah perjalanan emosional yang kuat, memadukan elemen visual dan nuansa keindahan dalam kesederhanaan. Goresan awal yang menggambarkan rumah kecil dan lampu merah muda menciptakan gambaran yang hangat dan intim, sedangkan frasa seperti ‘sekalip pandangan serupa dua klewang’ menambah kedalaman dengan kontras yang mengejutkan. Penggunaan kata-kata yang sederhana namun penuh makna memberikan nuansa nostalgia yang mendalam. Pada bagian akhir, pernyataan tentang meringkih dalam malam sunyi menciptakan suasana kesepian yang menyentuh hati. Dalam hal keaslian, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tempat dan perasaan, meski tidak sepenuhnya baru, namun tetap berhasil menyentuh tema yang universal. Secara keseluruhan, puisi ini berhasil menggugah emosi dan memberikan pengalaman estetika yang menyentuh, meskipun masih ada ruang untuk eksplorasi lebih jauh dalam hal kejutan dan kompleksitas makna.