
Saban sore ia lalu depan rumahku
Dalam baju tebal abu-abu
Seorang jerih memikul.
Banyak menangkis pukul.
Bungkuk jalannya – Lesu
Pucat mukanya – Lesu
Orang menyebut satu nama jaya
Mengingat kerjanya dan jasa
Melecut supaya terus ini padanya
Tapi mereka memaling.
Ia begitu kurang tenaga
Pekik di angkasa: Perwira muda
Pagi ini menyinar lain masa
Nanti, kau dinanti-dimengerti!
Puisi “Hukum” mengangkat tema yang sangat relevan dengan kondisi sosial yang ada saat ini, yaitu perjuangan dan pengorbanan individu yang sering kali tidak mendapatkan pengakuan yang layak. Gaya penulisan yang sederhana namun penuh makna ini menciptakan koneksi emosional yang kuat dengan pembaca. Penggunaan kata-kata seperti ‘jerih’, ‘lesu’, dan ‘pucat’ menambah nuansa kesedihan yang mendalam, menggambarkan keletihan dan perjuangan yang dialami oleh sosok dalam puisi. Namun, saya merasa ada beberapa bagian yang dapat diperkuat untuk menambah kedalaman makna, terutama dalam menggali lebih jauh tentang harapan dan impian yang mungkin dimiliki oleh karakter tersebut. Elemen kejutan dalam puisi ini cukup terasa, terutama di bagian akhir yang memberikan harapan meskipun ada kesedihan yang menggelayuti. Secara keseluruhan, puisi ini mampu menyentuh hati dan membuka mata pembaca terhadap realitas yang sering terabaikan. Namun, ada ruang untuk eksplorasi lebih lanjut dalam menyampaikan ide dan emosi yang ingin disampaikan.