
Pengkhianatan itu telah terjadi
Pengkhlanatan itu terjadi pada tanggal 9 Maret
Ada manager-manager politik
Ada despot yang lalim
Ada ruang sidang dalam istana
Ada hulubalang
Serta senjata-senjata
Senjata imajiner telah dibidikkan ke kepala mereka tapi la la la
di sana tak ada kepala
tapi hu hu hu
tak ada kepala di atas bahu
Adalah tempolong ludah
Sipoa kantor dagang
Keranjang sampah
Melayang layang
Ada pernyataan otomatik
Ada penjara dan maut imajiner
Generasi yang kocak
Usahawan-usahawan politik yang kocak¡
Ruang sidang dalam istana
La la la
tempolong ludah tak berkepala
Hu hu hu
keranjang sampah di atas bahu
Angin menerbangkan kertas-kertas statemen Terbang
Melayang layang.
Puisi ‘Pengkhianatan Itu Terjadi Pada Tanggal (1966)’ menyajikan gambaran yang kuat tentang kekecewaan dan ketidakadilan melalui simbolisme yang tajam. Penggunaan repetisi frasa, seperti ‘Pengkhianatan itu terjadi’, menciptakan ritme yang mengajak pembaca merenungkan kembali peristiwa sejarah dengan sudut pandang yang kritis. Dalam konteks ini, puisi ini berhasil menciptakan suasana yang penuh emosi, mengungkapkan rasa sakit dan kehilangan yang mendalam. Di sisi lain, pilihan kata yang tampak absurd, seperti ‘senjata imajiner’ dan ‘keranjang sampah’, menciptakan kontras yang menarik antara realitas dan ilusi, menambah kedalaman makna. Namun, meskipun puisi ini menawarkan banyak elemen menarik, ada kalanya aliran ide terasa terputus, yang mungkin membingungkan pembaca. Keseluruhan, puisi ini berhasil menghadirkan peristiwa bersejarah dengan cara yang unik dan memprovokasi pemikiran, meski ada ruang untuk peningkatan dalam penyampaian pesan yang lebih jelas.