
Orang-orang miskin di jalan,
yang tinggal di dalam selokan,
yang kalah di dalam pergulatan,
yang diledek oleh impian,
janganlah mereka ditinggalkan.
Angin membawa bau baju mereka.
Rambut mereka melekat di bulan purnama.
Wanita-wanita bunting berbaris di cakrawala,
mengandung buah jalan raya.
Orang-orang miskin. Orang-orang berdosa.
Bayi gelap dalam batin. Rumput dan lumut jalan raya.
Tak bisa kamu abaikan.
Bila kamu remehkan mereka,
di jalan kamu akan diburu bayangan.
Tidurmu akan penuh igauan,
dan bahasa anak-anakmu sukar kamu terka.
Jangan kamu bilang negara ini kaya
karena orang-orang berkembang di kota dan di desa.
Jangan kamu bilang dirimu kaya
bila tetanggamu memakan bangkai kucingnya.
Lambang negara ini mestinya trompah dan blacu.
Dan perlu diusulkan
agar ketemu presiden tak perlu berdasi seperti Belanda.
Dan tentara di jalan jangan bebas memukul mahasiswa.
Orang-orang miskin di jalan
masuk ke dalam tidur malammu.
Perempuan-perempuan bunga raya
menyuapi putra-putramu.
Tangan-tangan kotor dari jalanan
meraba-raba kaca jendelamu.
Mereka tak bisa kamu biarkan.
Jumlah mereka tak bisa kamu mistik menjadi nol.
Mereka akan menjadi pertanyaan
yang mencegat ideologimu.
Gigi mereka yang kuning
akan meringis di muka agamamu.
Kuman-kuman sipilis dan tbc dari gang-gang gelap
akan hinggap di gorden presidenan
dan buku programma gedung kesenian.
Orang-orang miskin berbaris sepanjang sejarah,
bagai udara panas yang selalu ada,
bagai gerimis yang selalu membayang.
Orang-orang miskin mengangkat pisau-pisau
tertuju ke dada kita,
atau ke dada mereka sendiri.
O, kenangkanlah :
orang-orang miskin
juga berasal dari kemah Ibrahim
Puisi “Orang Orang Miskin” menggugah kesadaran sosial dengan sangat kuat, menghadirkan gambaran yang mendalam tentang realitas hidup kaum marginal. Dengan penggunaan metafora yang kaya, penyair berhasil menciptakan suasana yang mencekam sekaligus reflektif, mengajak pembaca untuk merenungkan kondisi mereka yang terpinggirkan. Dalam setiap bait, terdapat kejujuran yang menyentuh, yang menyiratkan urgensi untuk tidak mengabaikan keberadaan mereka. Kekuatan emosinya sangat terasa, melibatkan pembaca secara langsung dalam perasaan duka dan kesedihan. Di sisi lain, keindahan bahasa yang digunakan, meskipun dalam beberapa bagian bisa terasa padat, tetap memberikan nuansa puitis yang menawan. Keaslian ide tentang ketidakadilan sosial dan relasi antara masyarakat kaya dan miskin membuat puisi ini relevan dan berani. Kedalaman makna yang tersirat di balik kata-kata juga sangat menggugah, menghadirkan pertanyaan kritis tentang tanggung jawab moral kita terhadap sesama. Namun, elemen kejutan mungkin bisa dibuat lebih berani lagi untuk meninggalkan kesan yang lebih mendalam. Secara keseluruhan, puisi ini berhasil menyampaikan pesan yang penting dan mendesak, menjadikannya karya yang layak diapresiasi.