
Luka-luka di dalam lembaga,
intaian keangkuhan kekerdilan jiwa,
noda di dalam pergaulan antar manusia,
duduk di dalam kemacetan angan-angan.
Aku berontak dengan memandang cakrawala.
Jari-jari waktu menggamitku.
Aku menyimak kepada arus kali.
Lagu margasatwa agak mereda.
Indahnya ketenangan turun ke hatiku.
Lepas sudah himpitan-himpitan yang mengekangku.
Puisi “Hai, Kamu!” berhasil menyampaikan suasana batin yang kompleks melalui pilihan kata yang tepat dan imageri yang kuat. Penulis menggambarkan luka dan keangkuhan dengan metafora yang tajam, menciptakan resonansi emosional yang mendalam. Selain itu, terdapat transisi yang indah dari kegelapan menuju ketenangan, yang mencerminkan perjalanan internal yang universal. Bahasa yang digunakan sangat puitis, meski terkadang terasa berat, namun hal ini menambah keindahan keseluruhan puisi. Keaslian ide terlihat jelas dalam penggambaran konflik batin yang tidak hanya bersifat pribadi tetapi juga sosial. Kedalaman makna yang ditawarkan oleh puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan antara individu dan lingkungannya. Meskipun puisi ini tidak terlalu banyak menyajikan elemen kejutan, perpindahan dari ketegangan menuju ketenangan tetap memberikan nuansa yang menyegarkan. Secara keseluruhan, puisi ini merupakan karya yang memikat dan menggugah perasaan.