Mencari Sebuah Mesjid (Jeddah, 1988)

Taufiq Ismail

Aku diberitahu tentang sebuah masjid


yang tiang-tiangnya pepohonan di hutan

fondasinya batu karang dan pualam pilihan

atapnya menjulang tempat tersangkutnya awan

dan kubahnya tembus pandang, berkilauan

digosok topan kutub utara dan selatan

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang sepenuh dindingnya yang transparan


dihiasi dengan ukiran kaligrafi Quran

dengan warna platina dan keemasan

berbentuk daun-daunan sangat beraturan

serta sarang lebah demikian geometriknya

ranting dan tunas jalin berjalin

bergaris-garis gambar putaran angin

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang masjid yang menara-menaranya


menyentuh lapisan ozon

dan menyeru azan tak habis-habisnya

membuat lingkaran mengikat pinggang dunia

kemudian nadanya yang lepas-lepas

disulam malaikat menjadi renda-renda benang emas

yang memperindah ratusan juta sajadah

di setiap rumah tempatnya singgah

Aku rindu dan mengembara mencarinya

 

Aku diberitahu tentang sebuah masjid yang letaknya di mana

bila waktu azan lohor engkau masuk ke dalamnya

engkau berjalan sampai waktu asar

tak bisa kau capai saf pertama

sehingga bila engkau tak mau kehilangan waktu

bershalatlah di mana saja

di lantai masjid ini, yang luas luar biasa

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang ruangan di sisi mihrabnya

yaitu sebuah perpustakaan tak terkata besarnya

dan orang-orang dengan tenang membaca di dalamnya

di bawah gantungan lampu-lampu kristal terbuat dari berlian

yang menyimpan cahaya matahari

kau lihat bermilyar huruf dan kata masuk beraturan

ke susunan syaraf pusat manusia dan jadi ilmu yang berguna

di sebuah pustaka yang bukunya berjuta-juta

terletak di sebelah menyebelah mihrab masjid kita

Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang masjid yang beranda dan ruang dalamnya

tempat orang-orang bersila bersama

dan bermusyawarah tentang dunia dengan hati terbuka

dan pendapat bisa berlainan namun tanpa pertikaian

dan kalau pun ada pertikaian bisalah itu diuraikan

dalam simpul persaudaraan yang sejati

dalam hangat sajadah yang itu juga

terbentang di sebuah masjid yang mana

Tumpas aku dalam rindu

Mengembara mencarinya

Di manakah dia gerangan letaknya ?

Pada suatu hari aku mengikuti matahari

ketika di puncak tergelincir dia sempat

lewat seperempat kuadran turun ke barat

dan terdengar merdunya azan di pegunungan

dan aku pun melayangkan pandangan

mencari masjid itu ke kiri dan ke kanan

ketika seorang tak kukenal membawa sebuah gulungan

dia berkata :

Inilah dia masjid yang dalam pencarian tuan¡

dia menunjuk ke tanah ladang itu

dan di atas lahan pertanian dia bentangkan

secarik tikar pandan

kemudian dituntunnya aku ke sebuah pancuran

airnya bening dan dingin mengalir beraturan

tanpa kata dia berwudhu duluan

aku pun di bawah air itu menampungkan tangan

ketika kuusap mukaku, kali ketiga secara perlahan

hangat air terasa, bukan dingin kiranya

demikianlah air pancuran

bercampur dengan air mataku

yang bercucuran.

Baca Juga : Mengenang Puisi Chairil Anwar Karawang Bekasi

Share your love

One comment

  1. Keaslian Ide
    4
    Elemen Kejutan
    3
    Kekuatan Emosi
    5
    Kedalaman Makna
    5
    Keindahan Bahasa
    4
    4.2/5
    OVERALL SCORE

    Puisi “Mencari Sebuah Mesjid (Jeddah, 1988)” mengajak pembaca dalam sebuah perjalanan batin yang mendalam, di mana kerinduan akan tempat suci diungkapkan dengan indah. Penyair dengan mahir menggambarkan elemen fisik masjid yang seakan-akan hidup melalui deskripsi yang kaya dan imajinatif, menciptakan citra yang kuat dalam benak pembaca. Setiap bait membangun atmosfer spiritual yang intim, mengundang rasa rindu dan keinginan untuk menemukan keindahan yang sesungguhnya. Penggunaan repetisi frasa ‘Aku rindu dan mengembara mencarinya’ memberikan ritme yang mendayu-dayu, semakin menguatkan perasaan kerinduan yang mendalam. Namun, di balik keindahan deskripsi, terdapat juga kedalaman makna yang mengajak kita merenungkan arti rumah, tempat ibadah, dan komunitas. Meski beberapa elemen puisi terasa klise, seperti penggambaran lampu-lampu kristal dan kaligrafi, penyajiannya yang menyentuh hati tetap memberikan nuansa baru dan kehangatan. Secara keseluruhan, puisi ini berhasil menyampaikan pesan yang universal dengan cara yang menyentuh dan menginspirasi.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *