Mak Giri, Cenayang

Goenawan Mohamad

Mak Giri, cenayang, yang melihat kilat
melihat laut, melihat ungu,
menutup pintunya.
”Kita tak bisa berdiri di ambang ini,” kataku.
”Ya,” katamu. ”Kita mesti pergi.”

Di jalan ke arah Sumbing
pasir runtuh,
dengan bunyi
gasing.

Kau takut, kata Mak Giri
Tapi aku tak takut, kataku

Enam jam kemudian, malam datang,
kedap seperti kubus.
Terjebak, di antara garis bujur:
becek, brengsek, buntu.

Di pengeras suara masjid: KIAMAT
MEMBUNUHMU!

Tapi di jalan ke arah Sumbing
aku tak ingin iklim
menumpahkan laut,
dari kutub.
Aku tak ingin langit membuka liangnya
bersama getir
glasir.

Dan Mak Giri, cenayang, yang melihat kilat
melihat bukit, melihat ungu,
memanggil kita kembali.
”Aku kira ia menyeru namamu,” kataku.
”Tidak,” kata kau, ”ia menyeru namamu.”

”Siapa namaku?”
”Kliwon.”

”Siapa namamu?”
Tak kausebutkan.

”Jangan coba eja,” pesanmu.
”Aku lebih suka angka di sepanjang sungai
yang setengah terapung,
setengah tenggelam.”

Kau takut, kata Mak Giri
Aku tak takut, kataku

Pada umur ketika aku kian sulit
membongkok, makin sering kudengar
serak peniup bara
ketika malam dihabiskan
dengan kopi hitam

Orang memang tak berdaya, ketika waktu
melepaskan masa lalu.
Orang tak berdaya, ketika masa lalu
kehilangan fokus,
dan tak ada lagi jalan
ke arah Sumbing

Aku ingat kamar-kamar registrasi
Aku ingat mereka menanyakan alamatku.
Aku hanya ingat alamatmu.

Aku ngantuk.

Dan Mak Giri, cenayang,
tersenyum:
”Kau tak akan pergi.”

2018

Share your love

One comment

  1. Keaslian Ide
    4
    Elemen Kejutan
    4
    Kekuatan Emosi
    4
    Kedalaman Makna
    5
    Keindahan Bahasa
    5
    4.4/5
    OVERALL SCORE

    Puisi “Mak Giri, Cenayang” menghadirkan sebuah perjalanan batin yang mendalam, dengan tokoh Mak Giri sebagai simbol intuisi dan pengetahuan yang sering kali tidak terjangkau oleh akal sehat. Penggunaan bahasa yang kaya dan imajinatif, seperti ‘kedap seperti kubus’ dan ‘setengah terapung, setengah tenggelam’, memperkuat suasana yang penuh ketegangan dan misteri. Kekuatan emosinya terasa kuat, terutama dalam dialog yang mencerminkan keraguan dan ketidakpastian karakter. Penulis berhasil menyentuh tema universal tentang kehilangan dan pencarian identitas di tengah kekacauan hidup. Namun, puisi ini juga membingungkan dalam beberapa bagian, yang mungkin akan membuat pembaca tertentu merasa terasing. Meskipun demikian, elemen kejutan hadir di akhir, dengan Mak Giri yang menyatakan, ‘Kau tak akan pergi,’ yang membuat pembaca merenungkan makna dari keterikatan dan ketidakberdayaan. Secara keseluruhan, puisi ini adalah karya yang menantang dan memikat, mengajak pembaca untuk merenung dan merasakan lapisan-lapisan emosi yang tersembunyi di dalamnya.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *