
Kepada L.K. Bohang
Kami jalan sama. Sudah larut
Menembus kabut.
Hujan mengucur badan.
Berkakuan kapal-kapal di pelabuhan.
Darahku mengental-pekat. Aku tumpat-pedat.
Siapa berkata?
Kawanku hanya rangka saja
Karena dera mengelucak tenaga.
Dia bertanya jam berapa!
Sudah larut sekali
Hingga hilang segala makna
Dan gerak tak punya arti.
Puisi “Kawanku dan Aku” menampilkan perjalanan emosional yang dalam dan menggugah. Melalui penggunaan imaji kabut dan hujan, penulis berhasil menciptakan suasana melankolis yang seakan menyelimuti pembaca. Keberanian penulis untuk menggambarkan hubungan antara dua individu di tengah kesulitan, dengan satu menjadi ‘rangka’ di mana beban rasa sakit terjelma, menunjukkan kedalaman emosi yang kuat. Pilihan kata yang digunakan, seperti ‘Darahku mengental-pekat’ dan ‘Hujan mengucur badan’, memberikan keindahan tersendiri, meski terkadang terasa berat. Meskipun tema persahabatan bukanlah hal baru, penanganan ide ini dengan cara yang unik dan simbolis memberikan nuansa segar, menciptakan kesan bahwa makna persahabatan bisa menjadi rumit dan penuh tantangan. Namun, penulisan ini sedikit mengurangi elemen kejutan, karena beberapa pembaca mungkin sudah dapat menebak arah emosional yang akan diambil. Secara keseluruhan, puisi ini adalah refleksi yang kuat tentang perjalanan hidup dan hubungan antar manusia, dengan keindahan bahasa yang mengesankan.