
Hatiku selembar daun
melayang jatuh di rumput;
Nanti dulu,
biarkan aku sejenak terbaring di sini;
ada yang masih ingin kupandang,
yang selama ini senantiasa luput;
Sesaat adalah abadi
sebelum kausapu tamanmu setiap pagi.
Hatiku selembar daun
melayang jatuh di rumput;
Nanti dulu,
biarkan aku sejenak terbaring di sini;
ada yang masih ingin kupandang,
yang selama ini senantiasa luput;
Sesaat adalah abadi
sebelum kausapu tamanmu setiap pagi.
Puisi “Hatiku Selembar Daun” menghadirkan gambaran yang kuat tentang kerentanan dan keindahan dalam ketidakpastian. Melalui perumpamaan daun yang melayang, puisi ini menciptakan rasa nostalgia dan keinginan untuk menyaksikan keindahan yang mungkin terlewatkan dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan bahasa yang sederhana namun puitis memikat, meski ada beberapa bagian yang mungkin dapat dikembangkan lebih lanjut untuk menciptakan ritme yang lebih harmonis. Makna di balik setiap baitnya sangat mendalam, menggambarkan perjuangan antara keinginan untuk terhubung dengan sesuatu yang lebih besar dan kesadaran akan kenyataan yang sementara. Namun, elemen kejutan dalam puisi ini terasa sedikit kurang, karena tema kerentanan adalah hal yang umum dalam puisi-puisi lain. Secara keseluruhan, ini adalah karya yang menyentuh hati dan merangsang refleksi mendalam tentang kehidupan dan keindahan yang sering kali terlupakan.