Hai, Ma!

W.S. Rendra

Ma, bukan maut yang menggetarkan hatiku

tetapi hidup yang tidak hidup

karena kehilangan daya dan kehilangan fitrahnya

ada malam-malam aku menjalani lorong panjang

tanpa tujuan kemana-mana

hawa dingin masuk kebadanku yang hampa

padahal angin tidak ada

bintang-bintang menjadi kunang-kunang

yang lebih menekankan kehadiran kegelapan

tidak ada pikiran, tidak ada perasaan, tidak ada suatu apa

Hidup memang fana, Ma

tetapi keadaan tak berdaya membuat diriku tidak ada

kadang-kadang aku merasa terbuang ke belantara

dijauhi Ayah Bunda dan ditolak para tetangga

atau aku terlantar di pasar

aku bicara tetapi orang-orang tidak mendengar

mereka merobek-robek buku dan menertawakan cita-cita

aku marah, aku takut, aku gemetar

namun gagal menyusun bahasa

Hidup memang fana,Ma

itu gampang aku terima

tetapi duduk memeluk lutut sendirian di savana

membuat hidupku tak ada harganya

kadang-kadang aku merasa ditarik-tarik orang kesana kemari

mulut berbusa sekadar karena tertawa

hidup cemar oleh basa basi

dan orang-orang mengisi waktu dengan pertengkaran edan

yang tanpa persoalan

atau percintaan tanpa asmara

dan sanggama yang tidak selesai

Hidup memang fana tentu saja, Ma

tetapi akrobat pemikiran dan kepalsuan yang dikelola

mengacaukan isi perutku lalu

mendorong aku menjeri-jerit

sambil tak tahu kenapa

rasanya setelah mati berulang kali

Tak ada lagi yang mengagetkan dalam hidup ini

Tetapi Ma, setiap kali menyadari adanya kamu di dalam hidupku ini

aku merasa jalannya arus darah di sekujur tubuhku

Kelenjar-kelenjarku bekerja

sukmaku bernyanyi, dunia hadir

cicak di tembok berbunyi

tukang kebun kedengaran berbicara pada putranya

hidup menjadi nyata, fitrahku kembali

Mengingat kamu Ma, adalah mengingat kewajiban sehari-hari

kesederhanaan bahasa prosa, keindahan isi puisi

kita selalu asyik bertukar pikiran ya Ma?

masing-masing pihak punya cita-cita

masing-masing pihak punya kewajiban yang nyata

Hai Ma!

apakah kamu ingat

aku peluk kamu di atas perahu

ketika perutmu sakit dan aku tenangkan kamu

dengan ciuman-ciuman di lehermu?

Masyaallah..aku selalu kesengsem pada bau kulitmu

Ingatkah waktu itu aku berkata

kiamat boleh tiba, hidupku penuh makna

Hehehe waahh..aku memang tidak rugi ketemu kamu di hidup ini

dan apabila aku menulis sajak

aku juga merasa bahwa kemaren dan esok

adalah hari ini

Bencana dan keberuntungan sama saja

Langit di luar, langit di badan bersatu dalam jiwa

Sudah ya, Ma­

 

Share your love

One comment

  1. Keaslian Ide
    5
    Elemen Kejutan
    3
    Kekuatan Emosi
    5
    Kedalaman Makna
    4
    Keindahan Bahasa
    4
    4.2/5
    OVERALL SCORE

    Puisi “Hai, Ma!” menyuguhkan kedalaman emosi yang mencerminkan kerinduan dan keputusasaan penulis terhadap sosok ibunya. Dalam setiap baitnya, kita merasakan pergulatan batin yang intens, di mana kehilangan dan harapan berbaur menjadi satu. Penulis dengan mahir menggunakan metafora dan gambaran hidup yang realistis, sehingga pembaca dapat merasakan hawa dingin dan kesepian yang terungkap. Keindahan bahasanya terletak pada kesederhanaan yang menyentuh, meskipun ada kalimat-kalimat panjang yang kadang mengalir tanpa jeda, menciptakan ritme yang khas. Ide yang diusung juga orisinal, mengangkat tema universal tentang hubungan ibu dan anak dengan cara yang intim dan personal. Namun, ada saat-saat di mana kedalaman makna bisa lebih dieksplorasi untuk memberikan bobot yang lebih pada pengalaman hidup yang dihadapi penulis. Elemen kejutan dalam puisi ini terasa terbatas, meski akhir puisi memberikan momen reflektif yang menyentuh. Secara keseluruhan, puisi ini adalah karya yang mengesankan, mampu menggugah rasa dan pikiran pembaca terhadap arti sebuah kehidupan yang kadang terasa hampa namun tetap memiliki makna melalui hubungan dengan orang tercinta.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *