
desa yang tandus ditinggalkannya
kota yang ganas mendupak nasibnya
tetapi dia lelaki perkasa
kota keras
hatinya pun karang
bergulat siang malam
Darman kini lelaki perkasa
masa remaja belum habis direguknya
Tukini setia terlanjur jadi bininya
kini Darman digantungi lima nyawa
Darman yang perkasa
kota yang culas tidak akan melampus hidupnya
tetapi kepada tangis anak-anaknya
tidak bisa menulikan telinga
lelaki, ya Darman kini adalah lelaki perkasa
ketika ia dijebloskan ke dalam penjara
Tukini setia menangisi keperkasaannya
ya merataplah Tukini
di dalam rumah yang belum lunas sewanya
di amben bambu wanita itu tersedu
sulungnya terbaring diserang kolera
Tukini yang hamil buncit perutnya
nyawa di kandungan anak kelima
Puisi “Darman” menggambarkan perjuangan yang mendalam dari seorang lelaki yang terjebak antara harapan dan kenyataan pahit. Melalui narasi yang kuat, penulis berhasil menampilkan kontras antara kehidupan desa yang tandus dan kota yang ganas, menciptakan latar yang penuh ketegangan. Emosi yang terungkap, terutama melalui karakter Tukini, memberikan nuansa kesedihan dan ketidakberdayaan yang menyentuh hati. Namun, penggunaan bahasa dalam puisi ini terasa agak padat dan bisa lebih disempurnakan untuk meningkatkan keindahan dan ritme. Meskipun ide tentang keperkasaan seorang lelaki dalam menghadapi kesulitan adalah tema yang umum, penyajian kisah Darman yang terjebak dalam situasi sulit memberi sentuhan keaslian tersendiri. Kedalaman makna puisi ini juga cukup menggugah, terutama dalam menggambarkan dampak dari keputusan Darman terhadap keluarganya. Namun, elemen kejutan mungkin kurang terasa, karena narasi mengikuti alur yang cukup dapat diprediksi. Secara keseluruhan, puisi ini memberikan refleksi yang berharga tentang tanggung jawab seorang ayah dalam menghadapi konsekuensi dari pilihannya.