
Apa yang berharga dari puisiku
Kalau adikku tak berangkat sekolah
karena belum membayar SPP
Apa yang berharga dari puisiku
Kalau becak bapakku tiba-tiba rusak
Jika nasi harus dibeli dengan uang
Jika kami harus makan
Dan jika yang dimakan tidak ada?
Apa yang berharga dari puisiku
Kalau bapak bertengkar dengan ibu
Ibu menyalahkan bapak
Padahal becak-becak terdesak oleh bis kota
Kalau bis kota lebih murah siapa yang salah?
Apa yang berharga dari puisiku
Kalau ibu dijiret utang?
Kalau tetangga dijiret utang?
Apa yang berharga dari puisiku
Kalau kami terdesak mendirikan rumah
Di tanah-tanah pinggir selokan
Sementara harga tanah semakin mahal
Kami tak mampu membeli
Salah siapa kalau kami tak mampu beli tanah?
Apa yang berharga dari puisiku
Kalau orang sakit mati di rumah
Karena rumah sakit yang mahal?
Apa yang berharga dari puisiku
Yang kutulis makan waktu berbulan-bulan
Apa yang bisa kuberikan dalam kemiskinan
Yang menjiret kami?
Apa yang telah kuberikan
Kalau penonton baca puisi memberi keplokan
Apa yang telah kuberikan
Apa yang telah kuberikan?
Semarang, 6 maret 86
Puisi ini berhasil menyampaikan rasa kesedihan dan kepedihan yang mendalam, mencerminkan realitas kehidupan yang keras dan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat kelas bawah. Pengulangan frasa “Apa yang berharga dari puisiku” menciptakan rasa frustrasi yang kuat, seolah penulis mempertanyakan nilai seni dalam konteks kemiskinan dan kesulitan hidup. Bahasa yang digunakan sederhana namun sangat efektif, memberikan dampak emosional yang mendalam. Meski demikian, keindahan bahasa dalam puisi ini tidak terlalu menonjol, karena lebih fokus pada penyampaian pesan ketimbang permainan kata yang artistik. Ide yang diangkat, yaitu konflik antara seni dan realita kehidupan, sangat relevan dan orisinal, menjadikannya refleksi sosial yang kuat. Kedalaman makna dalam puisi ini sangat kuat, meliputi tema kemiskinan, utang, dan ketidakadilan, yang membuat pembaca merenung tentang kondisi sosial. Elemen kejutan mungkin kurang terlihat, karena puisi ini lebih bersifat naratif dan langsung. Secara keseluruhan, puisi ini adalah karya yang menggugah, meskipun tidak mengedepankan keindahan bahasa secara eksplisit.