
aku dilahirkan di sebuah pesta yang tak pernah selesai
selalu saja ada yang datang dan pergi hingga hari ini
ada bunga putih dan ungu dekat jendela di mana
mereka dapat
memandang dan merasakan kesedihan dan kebahagiaan
tak ada menjadi miliknya
ada potret penuh debu, potret mereka yang pernah hadir
dalam pesta itu entah sekarang di mana setelah mati
ada yang merindukan kubur bagi angannya sendiri
yang melukis waktu sebagai ular
ada yang ingin tidur sepanjang hari bangun ketika hari
penjemputan tiba agar tidak merasakan menit-menit
yang menekan dan berat
di sana ada meja penuh kue aneka warna, mereka
menawarkannya
padaku, kuterima kucicipi semua, enak!
itulah sebabnya aku selalu lapar
sebab aku hanya punya satu, kemungkinan!
Tuhanku aku terluka dalam keindahan-Mu.
Puisi ini menyajikan sebuah refleksi yang mendalam tentang kehidupan, di mana pesta yang tak pernah selesai melambangkan perjalanan waktu yang penuh suka dan duka. Penggunaan simbol bunga putih dan ungu, serta potret penuh debu, menciptakan nuansa nostalgia yang kuat. Selain itu, perasaan lapar akan kemungkinan menunjukkan kerinduan yang universal akan pengalaman hidup yang lebih bermakna. Gaya bahasa yang digunakan sangat mengalir, meskipun ada beberapa bagian yang dapat diperjelas untuk meningkatkan pemahaman. Secara keseluruhan, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang makna dari hadir dan pergi, serta bagaimana kita menghayati setiap momen dalam kehidupan yang penuh warna dan rasa. Kekuatan emosinya terasa, namun ada ruang untuk eksplorasi lebih lanjut dalam hal keindahan bahasa dan kejutan di akhir. Namun, keaslian ide dan kedalaman makna sangat mengesankan, menjadikannya puisi yang patut diapresiasi.