
Ida
Menembus sudah caya
Udara tebal kabut
Kaca hitam lumut
Pecah pencar sekarang
Di ruang legah lapang
Mari ria lagi
Tujuh belas tahun kembali
Bersepeda sama gandengan
Kita jalani ini jalan
Ria bahgia
Tak acuh apa-apa
Gembira girang
Biar hujan datang
Kita mandi-basahkan diri
Tahu pasti sebentar kering lagi.
Puisi “Ajakan” menawarkan sebuah perjalanan penuh nostalgia yang sangat mengesankan, menggambarkan momen-momen sederhana namun berharga dalam hidup. Penulis berhasil menghadirkan suasana ceria dan kebebasan yang dialami saat bersepeda, di mana elemen kebersamaan dan kepolosan masa lalu terasa sangat kuat. Gaya bahasa yang digunakan, meskipun sederhana, mampu menciptakan gambaran visual yang jelas dan membangkitkan rasa rindu akan masa-masa tersebut. Namun, ada kalanya penggunaan kata-kata terasa monoton dan kurang mencolok, yang dapat mengurangi keindahan keseluruhan. Meskipun ide tentang kebahagiaan dalam kesederhanaan cukup orisinal, kedalaman makna dari puisi ini mungkin tidak sekuat yang diharapkan. Elemen kejutan dalam puisi ini juga kurang, karena narasi berjalan mulus tanpa ada twist yang mengejutkan. Namun, pesan untuk menikmati momen dan kebersamaan tetap menjadi inti yang menyentuh. Secara keseluruhan, puisi ini mengajak kita untuk merenungkan kembali kenangan indah meski tidak sepenuhnya mengeksplorasi potensi emosi dan makna yang lebih dalam.