
Buat Basuki Resobowo
Seperti ibu + nenekku juga
Tambah tujuh keturunan yang lalu
Aku minta pula supaya sampai di sorga
Yang kata Masyumi + Muhammadiyah bersungai susu
Dan bertabur bidari beribu
Tapi ada suara menimbang dalam diriku,
Nekat mencemooh: Bisakah kiranya
Berkering dari kuyup laut biru,
Gamitan dari tiap pelabuhan gimana?
Lagi siapa bisa mengatakan pasti
Di situ memang memang ada bidari
Suaranya berat menelan seperti Nina, punya kerlingnya Jati?
Puisi “Sorga” karya penulis ini menyuguhkan sebuah perjalanan emosional yang mendalam, mengajak pembaca merefleksikan harapan dan keraguan tentang kehidupan setelah mati. Dengan menggabungkan elemen tradisi dan modernitas, penulis menciptakan dialog antara generasi, yang terasa sangat dekat dan relevan. Penggunaan frasa yang kuat seperti ‘bersungai susu’ dan ‘bertanbuh bidari beribu’ menunjukkan penguasaan bahasa yang indah, meski terkadang terasa kontras dengan pertanyaan kritis yang muncul di dalam diri penulis. Hal ini menambah lapisan kompleksitas yang membuat pembaca ingin merenungkan makna di balik kata-kata tersebut. Saya juga mengapresiasi keberanian penulis untuk menghadirkan suara skeptis dalam puisi, yang memberikan elemen kejutan dan menantang pandangan konvensional tentang surga. Namun, kadang penggunaan bahasa yang terlalu puitis dapat membingungkan makna yang ingin disampaikan. Secara keseluruhan, puisi ini adalah karya yang menggugah dan memotivasi diskusi lebih jauh mengenai keyakinan dan eksistensi. Saya berharap penulis terus menggali tema ini dengan lebih dalam di karya-karya mendatang.