
Kamar ini jadi sarang penghabisan
Di malam yang hilang batas
Aku dan dia hanya menjengkau
Rakit hitam.
‘Kan terdamparkah
Atau terserah
Pada putaran pitam?
Matamu ungu membatu
Masih berdekapankah kami atau
Mengikut juga bayangan itu?
Kamar ini jadi sarang penghabisan
Di malam yang hilang batas
Aku dan dia hanya menjengkau
Rakit hitam.
‘Kan terdamparkah
Atau terserah
Pada putaran pitam?
Matamu ungu membatu
Masih berdekapankah kami atau
Mengikut juga bayangan itu?
Puisi “Dengan Mirat” menggugah jiwa dengan nuansa melankolis yang kental. Pembaca diajak merasakan kedalaman emosi yang tersimpan dalam setiap baitnya. Imaji kamar sebagai ‘sarang penghabisan’ menciptakan suasana yang intim namun sekaligus mencekam, mencerminkan ketidakpastian dalam hubungan. Penggunaan bahasa yang puitis dan simbolis, terutama dalam frasa ‘matamu ungu membatu’, memberikan keindahan tersendiri yang berhasil menambah daya tarik puisi ini. Keaslian ide yang diusung, yaitu tentang ketidakpastian dan kehadiran bayangan dalam hubungan, juga patut diacungi jempol, karena tema ini jarang diangkat dengan cara sehalus ini. Kedalaman makna yang tersirat memberikan ruang bagi pembaca untuk merenung dan merenungkan pengalaman pribadi mereka. Namun, elemen kejutan dalam puisi ini bisa lebih ditingkatkan; meskipun ada nuansa misteri, penutup puisi terasa agak prediktabel. Secara keseluruhan, “Dengan Mirat” adalah karya yang layak diapresiasi karena kekuatan emosinya dan keindahan bahasanya yang memikat.