
Penghabisan kali itu kau datang
Membawa karangan kembang
Mawar merah dan melati putih:
Darah dan suci.
Kau tebarkan depanku
Serta pandang yang memastikan: untukmu.
Sudah itu kita sama termangu
Saling bertanya: Apakah ini?
Cinta? Keduanya tak mengerti.
Sehari itu kita bersama.
Tak hampir menghampiri.
Ah! Hatiku yang tak mau memberi
Mampus kau dikoyak koyak sepi.
Puisi “Sia-sia” menyajikan gambaran emosional yang kuat tentang cinta yang terhalang dan kesepian yang mendalam. Penggunaan simbolisme seperti ‘mawar merah dan melati putih’ berhasil menggambarkan dualitas antara cinta dan kesucian, menciptakan ketegangan yang menarik. Pemilihan kata yang lugas namun puitis, seperti ‘koyak koyak sepi’, memberikan kekuatan pada ekspresi rasa sakit yang dialami. Momen ketidakpastian yang dihadapi kedua tokoh dalam puisi ini, di mana mereka bertanya ‘Apakah ini? Cinta?’, mencerminkan keraguan yang sering kali menyertai hubungan yang rumit. Di sisi lain, meskipun struktur puisi ini menggugah, ada beberapa bagian yang terasa kurang eksploratif dalam menjelaskan perasaan yang kompleks. Namun demikian, kejujuran emosional yang terpancar dari setiap bait tetap menjadi daya tarik utamanya. Secara keseluruhan, puisi ini berhasil menyentuh inti pengalaman manusia dalam cinta dan kehilangan, meski masih terdapat ruang untuk pengembangan lebih lanjut.