Sajak Seonggok Jagung

W.S. Rendra

Seonggok jagung di kamar

dan seorang pemuda

yang kurang sekolahan.

Memandang jagung itu,

sang pemuda melihat ladang;

ia melihat petani;

ia melihat panen;

dan suatu hari subuh,

para wanita dengan gendongan

pergi ke pasar ­­­..

Dan ia juga melihat

suatu pagi hari

di dekat sumur

gadis-gadis bercanda

sambil menumbuk jagung

menjadi maisena.

Sedang di dalam dapur

tungku-tungku menyala.

Di dalam udara murni

tercium kuwe jagung

Seonggok jagung di kamar

dan seorang pemuda.

Ia siap menggarap jagung

Ia melihat kemungkinan

otak dan tangan

siap bekerja

Tetapi ini :

Seonggok jagung di kamar

dan seorang pemuda tamat SLA

Tak ada uang, tak bisa menjadi mahasiswa.

Hanya ada seonggok jagung di kamarnya.

Ia memandang jagung itu

dan ia melihat dirinya terlunta-lunta .

Ia melihat dirinya ditendang dari diskotik.

Ia melihat sepasang sepatu kenes di balik etalase.

Ia melihat saingannya naik sepeda motor.

Ia melihat nomor-nomor lotre.

Ia melihat dirinya sendiri miskin dan gagal.

Seonggok jagung di kamar

tidak menyangkut pada akal,

tidak akan menolongnya.

Seonggok jagung di kamar

tak akan menolong seorang pemuda

yang pandangan hidupnya berasal dari buku,

dan tidak dari kehidupan.

Yang tidak terlatih dalam metode,

dan hanya penuh hafalan kesimpulan,

yang hanya terlatih sebagai pemakai,

tetapi kurang latihan bebas berkarya.

Pendidikan telah memisahkannya dari kehidupan.

Aku bertanya :

Apakah gunanya pendidikan

bila hanya akan membuat seseorang menjadi asing

di tengah kenyataan persoalannya ?

Apakah gunanya pendidikan

bila hanya mendorong seseorang

menjadi layang-layang di ibukota

kikuk pulang ke daerahnya ?

Apakah gunanya seseorang

belajat filsafat, sastra, teknologi, ilmu kedokteran,

atau apa saja,

bila pada akhirnya,

ketika ia pulang ke daerahnya, lalu berkata :

Di sini aku merasa asing dan sepi !

Share your love

One comment

  1. Keaslian Ide
    4
    Elemen Kejutan
    3
    Kekuatan Emosi
    4
    Kedalaman Makna
    5
    Keindahan Bahasa
    5
    4.2/5
    OVERALL SCORE

    Puisi “Sajak Seonggok Jagung” berhasil menangkap dilema seorang pemuda yang terjebak antara harapan dan kenyataan. Melalui simbol jagung, penulis mengajak pembaca merenungkan makna pendidikan yang tidak sejalan dengan kenyataan hidup. Penggunaan bahasa yang lugas dan deskriptif, seperti “kamar dan seorang pemuda” dan “udara murni tercium kuwe jagung”, menciptakan suasana yang intim dan kuat. Emosi yang mengalir dari ketidakberdayaan serta rasa kehilangan akan identitas dan keterhubungan dengan akar budaya sangat terasa. Namun, terdapat juga tanya yang menggugah, apakah pendidikan justru menjauhkan individu dari realitas sosialnya. Keterpaduan antara tema, bahasa, dan emosi membuat puisi ini tidak hanya menyentuh hati, tetapi juga memberikan tantangan bagi pendidik dan masyarakat untuk merenungkan kembali tujuan pendidikan. Di sisi lain, meskipun ide yang diusung sangat relevan, elemen kejutan dalam penyampaian bisa lebih ditingkatkan untuk memberikan dampak yang lebih mendalam. Secara keseluruhan, puisi ini merupakan karya yang menggugah dan reflektif, menyiratkan kritik sosial yang patut diperhatikan.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *