
Apakah nasib kita akan terus seperti
Sepeda rongsokan karatan itu?
O… tidak, dik!
Kita akan terus melawan
Waktu yang bijak bestari
Kan sudah mengajari kita
Bagaimana menghadapi derita
Kitalah yang akan memberi senyum
Kepada masa depan
Jangan menyerahkan diri kepada ketakutan
Kita akan terus bergulat
Apakah nasib kita akan terus seperti
Sepeda rongsokan karatan itu?
O… tidak, dik!
Kita harus membaca lagi
Agar bisa menuliskan isi kepala
Dan memahami dunia
Puisi “Puisi Untuk Adik” berhasil menyentuh emosi pembaca dengan ungkapan yang sederhana namun mendalam. Penggunaan metafora ‘sepeda rongsokan karatan’ secara efektif menggambarkan perasaan putus asa dan stagnasi yang mungkin dialami. Penulis mengajak adiknya untuk tidak menyerah dan terus melawan, memberikan dorongan yang kuat untuk menghadapi masa depan. Meskipun memiliki kekuatan dalam penyampaian emosi, puisi ini sedikit kurang dalam variasi bahasa yang lebih puitis. Ide yang diusung, yaitu perjalanan melawan waktu dan ketakutan, meski bukan hal baru, tetap relevan dan penting. Kedalaman makna terasa kuat terutama dalam konteks perjuangan hidup, namun beberapa bagian mungkin dapat lebih dieksplorasi untuk memberikan nuansa lebih. Elemen kejutan cukup minim, karena tema yang diusung cukup umum. Secara keseluruhan, puisi ini memiliki potensi yang besar dan dapat lebih berkembang dengan eksplorasi bahasa yang lebih kaya.