
I
Tak tertahan lagi
remang miang sengketa di sini
Dalam lari
Dihempaskannya pintu keras tak berhingga.
Hancur-luluh sepi seketika
Dan paduan dua jiwa.
II
Dari kelam ke malam
Tertawa-meringis malam menerimanya
Ini batu baru tercampung dalam gelita
“Mau apa? Rayu dan pelupa,
Aku ada! Pilih saja!
Bujuk dibeli?
Atau sungai sunyi?
Mari! Mari!
Turut saja!”
Tak kuasa …terengkam
Ia dicengkam malam.
Puisi “Pelarian” memancarkan kekuatan emosional yang mendalam, mengungkapkan konflik batin dan ketidakberdayaan dengan sangat efektif. Penggunaan bahasa yang puitis dan metaforis menciptakan suasana yang kuat, membangkitkan perasaan keterasingan dan kerinduan. Struktur yang tidak teratur dengan permainan kata yang dinamis menambah daya tarik visual dan musikalitas puisi ini. Namun, meski keindahan bahasa terasa, ada kalanya nuansa yang ingin disampaikan tampak sedikit tersembunyi, yang mungkin menyulitkan pembaca untuk menangkap sepenuhnya makna yang ingin dihadirkan. Keaslian ide puisi ini terlihat jelas dalam penanganan tema pelarian dari realitas, yang sangat relevan dalam konteks kehidupan modern. Kedalaman makna dapat terasa lebih dalam dengan eksplorasi yang lebih mendetail terhadap emosi yang dihadapi. Di sisi lain, elemen kejutan hadir dalam beberapa frasa yang mengejutkan dan memicu refleksi, meskipun mungkin tidak cukup mendalam untuk memicu suatu perubahan perspektif yang signifikan. Secara keseluruhan, puisi ini adalah karya yang menggugah, meskipun ada ruang untuk pengembangan lebih lanjut dalam hal kedalaman dan kejelasan makna.