Makna Sebuah Titipan

W.S. Rendra

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,

bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,

bahwa mobilku hanya titipan Nya,

bahwa rumahku hanya titipan Nya,

bahwa hartaku hanya titipan Nya,

bahwa putraku hanya titipan Nya,

tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?

Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?

Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?

Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?

Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?

Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah

kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,

kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.

Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,

aku ingin lebih banyak harta,

ingin lebih banyak mobil,

lebih banyak rumah,

lebih banyak popularitas,

dan kutolak sakit, kutolak kemiskinan,

Seolah semua derita adalah hukuman bagiku.

Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika :

aku rajin beribadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan

Nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih.

Kuminta Dia membalas perlakuan baikku, dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,

Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah.

ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja.

Sering kali aku berkata, ketika orang memuji milikku,

bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,

bahwa mobilku hanya titipan Nya,

bahwa rumahku hanya titipan Nya,

bahwa hartaku hanya titipan Nya,

bahwa putraku hanya titipan Nya,

tetapi, mengapa aku tak pernah bertanya, mengapa Dia menitipkan padaku?

Untuk apa Dia menitipkan ini pada ku?

Dan kalau bukan milikku, apa yang harus kulakukan untuk milik Nya ini?

Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?

Mengapa hatiku justru terasa berat, ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya ?

Ketika diminta kembali, kusebut itu sebagai musibah

kusebut itu sebagai ujian, kusebut itu sebagai petaka,

kusebut dengan panggilan apa saja untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.

Ketika aku berdoa, kuminta titipan yang cocok dengan hawa nafsuku,

aku inglebih banyak harta,

inglebih banyak mobil,

lebih banyak rumah,

lebih banyak popularitas,

dan kutolak sakit, kutolak kemiski1

Seolah semua derita adalah hukuman bagiku.

Seolah keadilan dan kasih Nya harus berjalan seperti matematika :

aku rajberibadah, maka selayaknyalah derita menjauh dariku, dan

Nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang, dan bukan Kekasih.

Kuminta Dia membalas perlakuan baikku, dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku,

Gusti, padahal tiap hari kuucapkan, hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah.

ketika langit dan bumi bersatu, bencana dan keberuntungan sama saja.

Share your love

One comment

  1. Keaslian Ide
    5
    Elemen Kejutan
    2
    Kekuatan Emosi
    4
    Kedalaman Makna
    5
    Keindahan Bahasa
    3
    3.8/5
    OVERALL SCORE

    Puisi “Makna Sebuah Titipan” mengajak kita untuk merenungkan hubungan kita dengan apa yang kita miliki, serta bagaimana kita sering kali tidak menyadari bahwa semua yang ada pada kita adalah titipan dari Tuhan. Penulis dengan cermat menggambarkan konflik batin antara keinginan duniawi dan kesadaran spiritual. Emosi yang terpancar sangat kuat, terlihat dalam ungkapan rasa berat ketika titipan itu diambil kembali. Pengulangan frasa ‘hanya titipan Nya’ memberikan ritme yang menarik sekaligus menegaskan pesan inti puisi ini. Namun, meski kekuatan emosinya terlihat, ada saat-saat di mana pengulangan terasa berlebihan dan bisa mengurangi intensitas pesan. Dari segi keindahan bahasa, penggunaan bahasa yang sederhana namun dalam sangat efektif, meskipun bisa ditingkatkan dengan variasi gaya. Ide yang diusung sangat orisinal, menggugah pemikiran tentang hakikat kepemilikan dan ujian hidup. Dalam hal kedalaman makna, puisi ini sangat kaya, menawarkan lapisan-lapisan pemikiran yang dapat diurai lebih lanjut. Namun, elemen kejutan tidak terlalu terlihat; pembaca mungkin sudah dapat menebak arah pemikiran penulis. Secara keseluruhan, puisi ini menyentuh dan reflektif, cocok untuk merenungkan makna kehidupan dan titipan yang kita miliki.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *