
Engkau melayang jauh, kekasihku.
Engkau mandi cahaya matahari.
Aku di sini memandangmu,
menyandang senapan, berbendera pusaka.
Di antara pohon-pohon pisang di kampung kita yang berdebu,
engkau berkudung selendang katun di kepalamu.
Engkau menjadi suatu keindahan,
sementara dari jauh
resimen tank penindas terdengar menderu.
Malam bermandi cahaya matahari,
kehijauan menyelimuti medan perang yang membara.
Di dalam hujan tembakan mortir, kekasihku,
engkau menjadi pelangi yang agung dan syahdu
Peluruku habis
dan darah muncrat dari dadaku.
Maka di saat seperti itu
kamu menyanyikan lagu-lagu perjuangan
bersama kakek-kakekku yang telah gugur
di dalam berjuang membela rakyat jelata
Puisi “Lagu Seorang Gerilya” berhasil menggabungkan tema cinta dan perjuangan dengan sangat kuat, menciptakan nuansa yang mendalam dan penuh emosi. Penggambaran sosok kekasih yang bersinar di tengah kondisi perang yang kelam memberikan kontras yang tajam, sekaligus memperkuat perasaan haru dan kehilangan. Pemilihan kata-kata seperti ‘melayang’, ‘mandi cahaya matahari’, dan ‘pelangi yang agung’ menunjukkan keindahan bahasa yang terjalin dengan baik, meskipun ada momen di mana deskripsi bisa terasa sedikit berlebihan. Keaslian ide puisi ini terletak pada cara pengarang menyatukan cinta pribadi dengan konteks perjuangan kolektif, yang jarang ditemui dalam karya-karya sejenis. Kedalaman makna juga cukup kuat, menyiratkan betapa cinta dapat bertahan di tengah kekacauan hidup. Namun, elemen kejutan dalam puisi ini terasa minim, karena alur cerita cenderung dapat diprediksi. Secara keseluruhan, puisi ini menyentuh dan menyiratkan banyak hal tentang cinta, kehilangan, dan pengorbanan, namun masih ada ruang untuk eksplorasi lebih dalam pada elemen kejutan.