
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling di jalan
Angin tergantung
terkecap pahitnya tembakau
bendungan keluh dan bencana
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Dengan tujuh lubang pelor
diketuk gerbang langit
dan menyala mentari muda
melepas kesumatnya
Gadis berjalan di subuh merah
dengan sayur-mayur di punggung
melihatnya pertama
Ia beri jeritan manis
dan duka daun wortel
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Orang-orang kampung mengenalnya
anak janda berambut ombak
ditimba air bergantang-gantang
disiram atas tubuhnya
Tubuh biru
tatapan mata biru
lelaki berguling dijalan
Lewat gardu Belanda dengan berani
berlindung warna malam
sendiri masuk kota
ingin ikut ngubur ibunya
Puisi “Gerilya” menghadirkan gambaran yang kuat dan penuh emosi, memadukan elemen visual yang tajam dengan nuansa kesedihan yang mendalam. Pemilihan kata seperti ‘tubuh biru’ dan ‘tatapan mata biru’ menciptakan citra yang tak terlupakan, menunjukkan keindahan sekaligus kepedihan dari sosok yang digambarkan. Bahasa yang digunakan dalam puisi ini sangat melankolis, mengajak pembaca untuk merasakan derita dan keberanian yang terjalin dalam narasi sang tokoh. Keaslian ide juga patut diacungi jempol, karena puisi ini menyentuh tema kemanusiaan dan perjuangan hidup dengan cara yang tidak biasa. Kedalaman makna terlihat jelas melalui simbolisme dan konteks sosial yang dihadirkan, mencerminkan realitas yang sering kali terabaikan. Namun, meskipun terdapat elemen kejutan dalam penyampaian, terkadang transisi antar bagian terasa agak kurang halus, sehingga mengurangi dampak keseluruhan. Secara keseluruhan, “Gerilya” merupakan karya yang kuat dan menggugah, dengan banyak lapisan makna yang menunggu untuk diurai oleh pembaca.